Kamis 17 Mar 2022 19:31 WIB

Ekonom: Pencabutan HET Minyak Goreng Tutup Celah Ekspor Ilegal

Pemerintah mencabut kebijakan HET untuk minyak goreng kemasan.

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
Pekerja menata minyak goreng di salah satu pusat perbelanjaan di Jalan Pahlawan, Cibeunying Kidul, Kota Bandung, Kamis (17/3/2022). Pemerintah mencabut kebijakan harga eceran tertinggi (HET) untuk minyak goreng kemasan.
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Pekerja menata minyak goreng di salah satu pusat perbelanjaan di Jalan Pahlawan, Cibeunying Kidul, Kota Bandung, Kamis (17/3/2022). Pemerintah mencabut kebijakan harga eceran tertinggi (HET) untuk minyak goreng kemasan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah resmi mencabut kebijakan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng kemasan. Hal ini tertuang Kementerian Perdagangan per 16 Maret 2022 menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 11 tahun 2022 yang mencabut ketentuan HET Permendag Nomor 06 tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng.

Sebelumnya, ditetapkan HET minyak goreng curah sebesar Rp 11.500 per liter, minyak goreng kemasan sederhana sebesar Rp 13.500 per liter, dan minyak goreng kemasan premium sebesar Rp 14.000 per liter. 

Baca Juga

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy menilai dikembalikannya harga minyak goreng kemasan ke harga keekonomian, maka ada potensi kelompok menengah akan ikut membeli minyak goreng curah, yang pada umumnya di kelompok bawah (masyarakat miskin). Apalagi jika harga kemasan tidak turun akibat belum terselesaikannya  aluran distribusi. 

“Sehingga, kebijakan subsidi minyak goreng curah dan upaya mendorong harga minyak goreng lebih rendah, perlu diiringi dengan mengawasi secara lebih ketat aluran distribusi, kemudian mempersingkat rantai distribusi, dan meningkatkan pengawasan pintu perdagangan internasional,” ujarnya ketika dihubungi Republika, Kamis (17/3/2022).

Menurutnya pencabutan HET minyak goreng kemasan juga sebagai langkah untuk memperkecil ruang, oknum yang berniat menimbun barang dan juga melakukan ekspor secara ilegal. Lebih jauh, pemerintah juga bisa memetakan daerah yang supply minyak gorengnya lebih tinggi dibandingkan permintaannya dan diarahkan ke daerah yang supplynya rendah tetapi permintaannya tinggi. 

“Hal ini untuk mengantisipasi kenaikan harga yang lebih tinggi apalagi dalam konteks memasuki bulan ramadhan,” ucapnya.

Sementara itu Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menambahkan idealnya HET bagi minyak goreng kemasan tetap berlaku. Pengawasan minyak goreng kemasan lebih mudah daripada subsidi minyak goreng curah. Minyak goreng kemasan punya barcode yang bisa ditelusuri sampai ke level retail. 

“Asalkan pemerintah pegang data dari produsen,” ucapnya.

Bhima menyebut tindak distributor yang sengaja menahan pasokan minyak goreng. Tak masuk akal, baru satu hari pengumuman HET dicabut pasokan langsung berlimpah di toko ritel. 

“Artinya, selama ini jelas ada yang sengaja tahan stok di gudang. Mereka oknum ini menunggu momentum terutama jelang Ramadhan sehingga bisa mendapat margin yang tinggi,” ucapnya.

Menurutnya pencabutan HET minyak goreng kemasan juga menutup celah penyelundupan ekspor tanpa izin Kementerian Perdagangan melalui kerja sama antara Bea cukai dan negara tujuan ekspor. 

“Tinggal dicocokkan saja data volume minyak goreng yang dikirim dengan data di negara tujuan ekspor. Kalau ada selisih berarti itu indikasi adanya penyelundupan. Sanksinya sudah cukup jelas,” ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement