REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten, Tbk. (Bank BJB) mempersiapkan Unit Usaha Syariahnya untuk melantai di bursa saham dan menjadi bank digital. Direktur Utama Bank BJB, Yuddy Renaldi menyampaikan aksi itu akan dilakukan dalam waktu dekat.
"Bank bjb syariah dalam waktu dekat akan segera melantai di bursa untuk mendukung dana yang diperlukan dalam rangka penguatan permodalan, ekspansi bisnis dan juga mengembangkan infrastruktur teknologi dan produk digitalnya," kata dia dalam keterangan pers, Selasa (8/3).
Saat ini bank bjb memiliki porsi kepemilikan di bank bjb syariah sebesar 99,24 persen. Yuddy menambahkan untuk Initial Public Offering (IPO) tersebut, sudah terdapat investor strategis besar yang memiliki ekosistem bisnis syariah.
Sehingga ini akan memperkuat pasar bank bjb syariah, baik sebagai perusahaan terbuka maupun setelah menjadi bank digital. Dengan adanya kepemilikan bank bjb di bank bjb syariah, penguatan infrastruktur teknologi di anak usaha dapat dilakukan dengan lebih efisien melalui sharing infrastruktur.
Selain itu, bank bjb syariah juga mencatatkan kinerja positif. Saat ini, bank memiliki aset sebesar Rp 10,4 triliun dengan laba yang positif sebesar Rp 21,9 milliar dan Non Performing Financing atau NPF sebesar 3,4 persen.
Sementara itu, Bank BJB secara total mencatatkan kinerja bisnis positif selama 2021 berkat kolaborasi dan inovasi sehingga optimistis pada bisnis yang berkelanjutan di tahun 2022. Laba kotor bank bjb pada 2021 tumbuh tercatat sebesar Rp 2,6 triliun.
Ini berasal dari pertumbuhan interest income yang tercatat 21,6 persen. Sementara pertumbuhan fee based income sebesar 36,9 persen yang bersumber dari digital channel bank bjb yang juga tumbuh 42,4 persen (yoy).
Yuddy menjelaskan total asset bank bjb tumbuh positif pada angka 12,4 persen (yoy) atau sebesar Rp 158,4 triliun dan menjadi yang terbesar di antara Bank Pembangunan Daerah (BPD) di Indonesia. BJB juga termasuk ke dalam 14 besar di Industri perbankan Nasional.
Dana Pihak Ketiga (DPK) bank bjb juga meningkat 14,3 persen (yoy) menjadi sebesar Rp 121,6 triliun. Kredit bank bjb tercatat Rp 95,8 triliun atau tumbuh 7,1 persen (yoy).
Pertumbuhan kredit dimotori dari berbagai segmen mulai dari konsumer, korporasi dan komersial, UMKM, serta KPR. Sementara itu, NPL terjaga di level satu persen.
Yuddy mengatakan digitalisasi merupakan salah satu penopang pertumbuhan. Fee Based Income bank bjb yang naik bersumber dari digital channel bank bjb yang tumbuh positif. Jumlah Merchant QRIS dan pengguna Mobile Apps juga terus meningkat.
Menurut Yuddy, bank bjb fokus mengembangkan pola banking secara Hybrid karena melihat Online dan Offline menjadi suatu kekuatan yang solid jika dijalankan secara bersamaan. Bank bjb memiliki basis nasabah yang beragam baik yang senang transaksi di kantor cabang maupun kanal-kanal elektronik.
Jaringan kantor fisik bank bjb tersebar di 14 provinsi di Indonesia. Layanan dapat mengakomodir kebutuhan nasabah yang masih erat dengan layanan secara fisik seperti UMKM, pensiunan, dan Sebagian pangsa ASN.
Di saat yang bersamaan, bank bjb membangun infrastruktur dan produk berbasis teknologi untuk menciptakan pengalaman perbankan layaknya perusahaan fintech. Hal ini dilakukan untuk mengakomodir kebutuhan nasabah khususnya kalangan milennial.
Beberapa produk spesifik dibuat seperti produk kredit Mesra berbasis komunitas dan Petani Millenial yang menyediakan akses pengajuan kredit melalui aplikasi. Sebagian pangsa ASN juga sudah lekat dengan produk berbasis teknologi.