Sabtu 05 Mar 2022 17:08 WIB

Harga Baru Bata Diprediksi Masih Tinggi Akibat Konflik Rusia-Ukraina

Putusnya pasokan gas alam dan minyak dari Rusia perbesar penggunaan batu bara.

Rep: ANTARA/ Red: Fuji Pratiwi
Pekerja mengoperasikan alat berat saat bongkar muat batu bara ke dalam truk di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Priok, Kamis (3/2/2022). Asosiasi Pemasok Energi dan Batu bara Indonesia (Aspebindo) memprediksi harga batu bara masih akan terus melambung akibat konflik antara Rusia dan Ukraina.
Foto: Antara/M Risyal Hidayat
Pekerja mengoperasikan alat berat saat bongkar muat batu bara ke dalam truk di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Priok, Kamis (3/2/2022). Asosiasi Pemasok Energi dan Batu bara Indonesia (Aspebindo) memprediksi harga batu bara masih akan terus melambung akibat konflik antara Rusia dan Ukraina.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Pemasok Energi dan Batu bara Indonesia (Aspebindo) memprediksi harga batu bara masih akan terus melambung akibat konflik antara Rusia dan Ukraina.

Sepanjang Februari, harga batu bara sudah menguat sebesar 38,22 persen secara month over month. Memasuki Maret, harga batu bara kembali tancap gas dengan menyentuh level 446 dolar AS per ton. Bahkan jika dihitung secara year to date, harga batu bara telah menguat hingga 233,83 persen.

Baca Juga

"Akibat perang Rusia-Ukraina, apabila pasokan gas alam dan minyak dari Rusia masih terputus. Maka pemanfaatan kembali energi fosil, termasuk batu bara berpotensi membesar. Ini akan meningkatkan permintaan di tengah ketatnya pasokan batu bara di tingkat global," kata Ketua Umum Aspebindo Anggawira dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (5/3/2022).

Rusia adalah salah satu produsen minyak dan gas alam utama dan terbesar di dunia. Ekspor dua komoditas energi itu mewakili setengah dari penjualan luar negeri negara itu. Rusia juga menyediakan sekitar 40 persen gas alam Eropa.

"Saya rasa penguatan harga batu bara juga di akibat musim dingin yang berkepanjangan di negara yang memiliki empat musim baik di Asia, Asia Tengah, Eropa, Amerika. Hal ini yang juga membuat permintaan batu bara semakin meningkat," ungkapnya.

Anggawira juga memprediksi jika produksi stagnan, sedangkan harga minyak mentah dunia di atas 100 dolar AS per barel dan harga gas alam yang juga masih tinggi, orang-orang akan beralih ke batu bara. "Peluang ini sangat baik untuk para pemasok batu bara di Indonesia. Namun, banyak hal-hal yang perlu dicermati bukan hanya semata-mata tergiur dengan terus meningkatnya harga batu bara," imbuhnya.

Anggawira juga menyampaikan perlu adanya strategi bukan hanya dari para pemasok batu bara, tapi juga dari pemerintah. Strategi ini agar para pemasok tidak tergiur untuk melakukan ekspor, tapi juga memperhatikan kebutuhan batu bara dalam negeri.

"Kita harus bisa memaksimalkan peluang ini, tapi juga harus berhati-hati agar langkah yang di ambil oleh pemasok batu bara tidak membawa Indonesia menghadapi dampak negatif dan juga tidak mengakibatkan inflasi," ujar Anggawira.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement