Miliarder investor legendaris, Warren Buffett telah menghindari berbisnis di Rusia karena menghadapi ancaman kekerasan dan penyitaan aset di sana. Namun, CEO Berkshire Hathaway ini telah berulang kali menegaskan bahwa penilaian perusahaan dan kualitas manajemennya jauh lebih besar daripada peristiwa terkini dan risiko geopolitik ketika dia membuat keputusan investasi.
Buffett mengingat selama pertemuan pemegang saham tahunan Berkshire pada tahun 2006, ketika dia berinvestasi di Salomon Brothers pada tahun 1987, bank tersebut memiliki sebuah perusahaan minyak dengan kepentingan besar di Siberia yang segera mengalami masalah.
Baca Juga: Pernah Sebut Kripto Racun Tikus, Warren Buffett Jilat Ludah Sendiri: Investasi di Bank Khusus Kripto
"Selama kami mengebor, kami dipersilakan," kata investor miliarder itu. "Lalu ketika kami ingin mulai mengeluarkan minyak, setelah uang kami digunakan untuk mengebor lubang, mereka tidak begitu ramah. Bahkan, itu benar-benar ekstrem yang terjadi dengan kami."
Mengutip Market Insider di Jakarta, Rabu (23/2/22) kemudian, Buffett ingat mencoba mengambil bor dan rig dari wilayah tersebut.
“Katanya kalau kita suruh orang keluarkan alatnya, bukan saja alatnya tidak bisa keluar, tapi orangnya juga tidak mau keluar,” katanya.
"Jadi, setelah memiliki beberapa pengalaman seperti itu, mungkin perlu waktu cukup lama bagi kami sebelum memasukkan banyak uang ke Rusia," katanya. "Agak sulit untuk mengembangkan banyak kepercayaan bahwa dunia telah berubah secara permanen di sana dalam hal sikapnya terhadap modal, dan khususnya terhadap modal luar."
Karena itulah tidak mengejutkan, Buffett memilih untuk berinvestasi di sebuah perusahaan minyak besar China daripada di Rusia pada tahun 2003.
"Saya memutuskan saya lebih nyaman membeli PetroChina daripada membeli Yukos," kata Buffett selama pertemuan 2011 Berkshire.
Charlie Munger, mitra bisnis Buffett dan wakil ketua Berkshire, juga mengungkap hal yang senada. Ia menggarisbawahi kewaspadaannya terhadap Rusia selama pertemuan tahunan Daily Journal bulan ini. Munger menyebut negara itu tidak dapat diinvestasikan karena risiko data palsu, penyitaan pemerintah, dan karena ketegangan AS-China.
"Saya merasakan tentang Rusia seperti yang dia rasakan tentang China," kata Munger. "Saya tidak berinvestasi di Rusia."
Ketika konflik Rusia-Ukraina berkobar pada Maret 2014, Buffett ditanya dalam sebuah wawancara CNBC apakah ekonomi makro memengaruhi keputusan investasinya. Lalu, dia ingat membeli saham pertamanya pada musim semi 1942, beberapa bulan setelah Pearl Harbor, ketika AS menjadi hancur di Pasifik Selatan.
"Faktor makro tidak terlihat bagus," katanya, tetapi itu tidak menghentikannya untuk menginvestasikan seluruh USD120 dalam tabungannya.
"Saya tidak melakukannya berdasarkan headline," jelasnya. "Saya melakukannya berdasarkan apa yang saya dapatkan dari uang saya."
Kepala Berkshire ini pun tetap mencari hal-hal penting yang sama dalam bisnis di mana pun mereka berada.
"Prinsip-prinsip dasar mencoba menilai bisnis, mencoba menemukan manajemen di mana kita memiliki keyakinan, baik dalam kemampuan dan integritas mereka, dan kemudian menemukan harga pembelian yang menarik, prinsip-prinsip itu berlaku di mana pun di dunia kita akan berinvestasi," pungkasnya.