REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kementerian Pertanian (Kementan) bersama dengan Badan Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) melalui Emergency Center for Transboundary Animal Diseases (FAO ECTAD) dan Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) berkolaborasi melalui Program Ketahanan Kesehatan Global (Global Health Security Programme/GHSP)
Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian, Kasdi Subagyono menyampaikan, GHSP merupakan program kolaborasi lintas sektor, lintas disiplin, bahkan lintas negara sangat penting, mengingat wabah penyakit dapat bersifat lintas batas (borderless), dimana tidak hanya satu negara saja yang terkena dampaknya, tetapi dampaknya bisa dirasakan di tingkat regional, atau bahkan global.
“Program ini selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2020-2024 dan menjadi isu penting dari Presidensi G20 Indonesia 2022, yang ingin mencapai pemulihan global yang lebih kuat pasca pandemi” ujar Kasdi pada Pertemuan Project Steering Committee (PSC) Global Health Security Programme (GHSP), Pullman Jakarta, Thamrin, pada Jumat (11/2)
Pertemuan forum PSC adalah pertemuan pertama dan merupakan salah satu upaya implementasi proyek dalam penguatan kolaborasi multi sektor dan pengembangan kebijakan khususnya dalam transformasi sistem pangan berkelanjutan, serta ketahanan kesehatan global. Saat ini dunia perlu meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi penyakit-penyakit menular baru atau yang muncul kembali dengan mengedepankan kerja sama dan kolaborasi antara sektor kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan atau dikenal dengan pendekatan one health.
“Dunia akan kembali pulih, serta menjadi lebih kuat, jika kita melakukannya bersama, yakni recover together dan recover stronger”, kata Kasdi. “Kami berharap agar sinergi dan harmonisasi pelaksanaan program GHSP dengan proyek lainnya di Kementerian Pertanian dapat berjalan dengan baik”, imbuhnya.
Sementara itu, salah satu ketua dari Steering Committee, Rajendra Aryal, Kepala Perwakilan FAO di Indonesia dan Timor Leste, menegaskan kembali pentingnya arsitektur kesehatan global dalam agenda G20. “FAO telah bekerja sangat erat dengan pemerintah Indonesia dan selalu siap memberikan dukungan teknis yang diperlukan untuk pendekatan One Health”, ungkap Rajendra.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Nasrullah menjelaskan, Indonesia sebagai salah satu inisiator yang berperan penting dalam GHSA. Selain menjadi Ketua Troika GHSA pada tahun 2016, Indonesia juga menjadi lead country untuk program pencegahan zoonosis dan berkontribusi aktif dalam sejumlah bidang seperti pendeteksian dan pemantauan penyakit, resistensi antimikroba, serta aksi multi sektoral.
Proyek GHSP akan berjalan hingga 2024 yang berfokus pada bantuan teknis di empat ruang lingkup utama, yakni a) kolaborasi multisektor dan pengembangan kebijakan; b) Surveilans, laboratorium, dan identifikasi risiko; c) Kesiapsiagaan dan respons penyakit dengan One Health, dan d) Kesehatan unggas nasional dan pengendalian resistensi antimikroba.
Ia menambahkan secara khusus GHSP bertujuan untuk meningkatkan sumberdaya, kapasitas, dan keahlian pemerintah dalam kesiapsiagaan, pencegahan, pendeteksian, dan respons terhadap zoonosis dan resistensi antimikroba dengan pendekatan One Health melalui pendekatan terhadap para pemangku kepentingan termasuk pihak swasta.
"Dukungan terhadap implementasi proyek GHSP sangat dibutuhkan untuk membangun sistem kesehatan dan pertanian pangan yang tangguh bagi masyarakat," katanya.