REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT PLN (Persero) melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam proses pengadaan atau tender program konversi pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) ke energi baru terbarukan (EBT) guna memastikan proyek berjalan sesuai tata kelola yang baik.
Direktur Mega Proyek dan Energi Baru Terbarukan PLN Wiluyo Kusdwiharto mengatakan, PLN akan melakukan konversi bahan bakar PLTD sebesar 499 megawatt menjadi ramah lingkungan dengan mekanisme kombinasi pembangkit eksisting. "Kami menggandeng KPK untuk memastikan bisnis sesuai dengan prinsip good corporate governance," kata Wiluyo dalam keterangan yang dikutip di Jakarta, Ahad (6/2/2022).
Program konversi listrik diesel ke EBT tersebut dibagi menjadi dua tahap. Pertama, PLN mengonversi PLTD 250 MW tersebar ke pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) baseload dengan tambahan baterai agar listrik terus menyala.Wiluyo berharap program konversi itu bisa menurunkan pemakaian BBM, menurunkan emisi karbon dioksida, serta meningkatkan bauran EBT di PLN.
Melalui konversi PLTS dan baterai itu, maka kapasitas terpasang tahap pertama bisa mencapai sekitar 350 MWpeak, sehingga mendongkrak bauran EBT dan penambahan kapasitas terpasang pembangkit.
Pada tahap dua, perseroan akan mengonversi PLTD sisanya sekitar 249 megawatt dengan EBT lokal lainnya dan memiliki keekonomian terbaik. "Proyek ini targetnyarampung bertahap pada 2025 untuk mendukung pencapaian target bauran EBT 23 persen," ujar Wiluyo.
Direktur Monitoring KPK Agung Yudha Wibowo mengapresiasi PLN mengajak KPK dalam pengawasan proses pengadaan proyek konversi tersebut. "Biasanya, KPK yang panggil perusahaan atau lembaga, ini PLN yang mengundang KPK, luar biasa," ucap dia.
Agung menjelaskan data KPK menunjukkan bahwa celah yang paling banyak potensi korupsinya adalah pada proses pengadaan. Hasil dari divisi pemantauan di KPK adalah rekomendasi kepada lembaga untuk memperbaiki proses yang ada, sehingga menghilangkan potensi terjadinya tindak pidana korupsi.