REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aliansi Petani Indonesia (API) mendukung permintaan DPR agar pemerintah dapat menetapkan harga eceran tertinggi (HET) pupuk non subsidi. Ketua API, Muhammad Nuruddin mengatakan, adanya kepastian harga akan membantu meredam gejolak kenaikan harga yang semakin tidak terkendali.
"Harga pupuk saat ini mungkin masih terjangkau untuk skala industri, tapi kalau bagi petani sudah tidak. Ini memang harus diatur dan perlu afirmasi pemerintah," kata Nuruddin kepada Republika.co.id, Selasa (25/1/2022).
Nuruddin mengungkapkan, HET sekaligus memberikan kepastian hukum yang wajib ditaati sejal lini produsen. Adapun di lini penyalur yakni ritel, diharapkan tidak terus menaikkan harga pupuk. Di sisi lain, disparitas harga pupuk antara Jawa dan luar Jawa juga dapat diminimalisasi.
Ia mencontohkan, saat ini harga pupuk NPK di Jawa dihargai Rp 600 ribu per karung 50 kilogram (kg). Harga itu naik tinggi dari harga rata-rata sebelumnya sekitar Rp 400-500 ribu per karung atau 30-40 persen lebih mahal dari harga pupuk NPK subsidi sebesar Rp 300 ribu per karung.
"Harga Rp 600 ribu itu di Jawa, sedangkan di luar Jawa harganya sudah sampai Rp 800 ribu bahkan ada yang sampai Rp 1 juta. Itu karena ada biaya angkut dan logistik," kata Nuruddin.
Lebih lanjut, ia menegaskan, tingginya harga pupuk dipastikan berpengaruh pada harga pangan yang dihasilkan. Itu bisa mengakibatkan kenaikan inflasi pangan yang selama ini selalu diwanti-wanti pemerintah. Karena itu, API meminta agar pemeritnah dapat segera mengeluarkan kebijakan demi dapat meredam kenaikan harga pupuk.
Sementara itu, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI), Henry Saragih menambahkan, selain soal penetapan HET, ada hal lain yang mesti dibenahi dalam penyediaan pupuk non subsidi.
"Distribusi pupuk dan kualitas pupuk itu sendiri, selain terus mendorong dan mendukung petani beralih ke pupuk non kimia," ujarnya.