REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Angka Kemiskinan Indonesia pada September 2021 kembali turun menjadi 9,71 persen. Ekonom LPEM FEB UI, Teuku Riefky, berpendapat, penurunan kemiskinan sejalan dengan data-data ekonomi lainnya yang mengindikasikan bahwa pemulihan ekonomi sudah berjalan.
Riekfy mengatakan, dilihat dari neraca perdagangan selama tahun lalu, angka impor khususnya bahan baku dan barang modal naik drastis dan itu mencerminkan sektor ekonomi domestik sudah kembali berekspansi. Dengan kata lain, pendapatan masyarakat kembali meningkat dan melewati batas garis kemiskinan.
"Kemiskinan yang turun ini mengonfirmasi ada ekspansi dari dunia usaha sehingga perlahan pendapatan masyarakat sudah mulih. Dari yang tadinya masuk ke dalam kategori miskin perlahan sudah bisa naik lagi," kata Riefky kepada Republika, Senin (17/1/2022).
Memasuki 2022, ia menekankan, tantangan pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan tetap harus dilakukan secara bertahap dengan memprioritaskan faktor kesehatan. Aspek kesehatan di tengah situasi pandemi menjadi yang utama. Apalagi sebaran Covid-19 varian Omicron yang terus naik dan dikhawatirkan menganggu proses pemulihan ekonomi domestik.
"Nuansa 2022 tetap harus menjaga agar pandemi terkendali lalu baru masuk ke aspek bagaimana menurunkan kemiskinan dan pembangunan yang lebih merata," ujar dia.
Pemerataan pembangunan, lanjut Riefky, menjadi kunci agar disparitas kemiskinan yang tinggi antara perdesaan dan perkotaan dapat diperkecil. Sebagaimana diketahui, angka kemiskinan di desa terakhir tercatat 12,53 persen sedangkan di kota 7,6 persen.
Adapun pemerataan pembangunan yang dimaksud khususnya pembangunan infrastruktur fisik serta jaringan telekomunikasi. Sebab, dua infrastruktur itu dapat menekan ketertinggalan desa dari akses pemasaran digital yang dapat memberikan mata pencaharian dan peningkatan pendapatan.
"Selain itu, pendalaman pasar keuangan dan akses perbankan bagi masyarakat desa yang harus ditingkatkan. Saya rasa itu cukup krusial dalam mengatasi disparitas kemiskinan," kata dia.