REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri asuransi syariah terus mengalami pertumbuhan di tengah pandemi situasi pandemi Covid-19. Kondisi tersebut tercermin dari sisi aset hingga kontribusi bruto industri ini sampai dengan kuartal ketiga 2021.
Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) mencatat, aset industri asuransi syariah hingga periode yang berakhir 30 September 2021 tumbuh 6,10 persen yoy menjadi Rp 43,63 triliun dari Rp 41,16 triliun pada periode yg sama tahun lalu. Hasil investasi juga mengalami perbaikan dengan tumbuh 100,70 persen menjadi Rp 13 triliun dari sebelumnya yang minus Rp 1,92 triliun.
Sedangkan konstribusi bruto meningkat 41,32 persen dari Rp 11,95 triliun pada kuartal III 2020 menjadi Rp 16,8 triliun pada kuartal III 2021. Meski demikian, klaim bruto industri asuransi syariah juga naik signifikan sebesar 64,53 persen menjadi Rp 14,63 triliun dari Rp 8,89 triliun di kuartal III 2020.
Direktur Eksekutif AASI Erwin Noekman menjelaskan pertumbuhan kinerja industri asuransi syariah ini didorong oleh pertumbuhan asuransi jiwa syariah. "Asuransi jiwa di asuransi syariah masih mendominasi dengan porsi hampir 80 persen, lalu asuransi umum, dan terakhir reasuransi," kata Erwin dalam diskusi virtual, awal pekan ini.
Erwin mengakui, porsi asuransi syariah dibandingkan industri asuransi secara umum masih sangat kecil. Walaupun terjadi pertumbuhan, porsinya kemungkinan belum mampu mendongkrak industri asuransi nasional secata keseluruhan.
Meski demikian, Erwin melihat, peluang pengembangan asuransi syariah masih terbuka lebar hal ini seiring dengan meningkatnya kebutuhan produk asuransi. Dampak pandemi Covid-19 yang berkepanjangan turut mendorong kesadaran masyarakat terhadap manfaat produk asuransi termasuk asuransi syariah.
"Peningkatan permintaan berdampak berdampak positif bagi industri asuransi syariah," kata Erwin.
Faktor lainnya yang dapat mendukung pengembangan industri asuransi syariah yaitu perkembangan industri halal yang cukup baik. Berkembangnya industri halal akan mendorong peningkatan kebutuhan produk-produk asuransi syariah bagi pelaku industri syariah, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk usahanya.
Erwin juga melihat ke depannya digitalisasi akan menjadi opsi di tengah pembatasan mobilitas masyarakat. Hal ini mendorong permintaan akses internet meningkat sehingga menciptakan peluang efisiensi pemasaran perusahaan melalui digitalisasi.
Selain itu, dukungan regulator juga membantu pengembangan asuransi syariah. OJK memberikan beberapa relaksasi terhadap industri asuransi di masa pandemi Covid-19. Salah satunya memberikan izin bagi asuransi bekerja sama dengan Badan Usaha Selain Bank terkait pemasaran produk.