REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Pertamina Power Indonesia sebagai subholding Power & NRE (Pertamina NRE) dan PT Pembangkit Jawa Bali (PJB) menandatangani nota kesepahaman tentang kerja sama pengelolaan pembangkitan pada Kamis (2/12).
Penandatanganan dilakukan oleh Chief Executive Officer Pertamina NRE Dannif Danusaputro dan Direktur Utama PJB Gong Matua Hasibuan. Tujuan dari nota kesepahaman tersebut adalah untuk berkolaborasi dalam mengelola atau memanfaatkan bersama infrastruktur ketenagalistrikan, termasuk potensi penyediaan energi bersih atau kerja sama lainnya di wilayah kerja sama yang disepakati.
“Banyak sekali peluang pengembangan EBT di Indonesia. Namun, dengan tantangan yang besar yakni memenuhi target bauran energi dan net zero emission di 2060 perlu diwujudkan melalui kolaborasi aktif. Pertamina NRE siap bersinergi dengan berbagai pihak. Dalam hal ini kami sangat antusias untuk berkolaborasi dengan PJB,” ujar Dannif dalam sambutannya.
Mengamini pernyataan Dannif, Gong menyampaikan bahwa ini adalah langkah awal proses mensinergikan antara dua perusahaan. Pihaknya ingin menjadi bagian dalam pengembangan dan implementasi energi baru terbarukan di Indonesia.
"Kami tidak bisa sendirian, untuk itu dengan berkolaborasi dengan Pertamina NRE adalah salah satu langkah yang bisa dilakukan untuk mewujudkannya,” ucap dia.
Peluang yang hadir melalui kerja sama strategis tersebut salah satunya yaitu sinergi pengembangan bisnis pengoperasian dan pemeliharaan pembangkit listrik terutama yang ada di internal Pertamina seperti kilang. Peluang lainnya adalah sinergi dalam proyek-proyek penyediaan energi bersih baik di dalam maupun luar negeri seperti pengembangan green hydrogen.
Green hydrogen adalah hydrogen yang dihasilkan dari pembangkit listrik energi terbarukan seperti tenaga surya, bayu, atau air (hidro). Saat ini Pertamina NRE melalui anak usahanya PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) sedang melakukan pilot project pengembangan green hydrogen di wilayah kerja geothermal Ulubelu dengan target produksi 100 kilogram per hari. Dalam jangka panjang, ditargetkan produksi green hydrogen dari seluruh wilayah kerja geothermal mencapai 8.600 kilogram per hari.
Saat ini potensi pemanfaatan PLTA yang dimiliki PLN dan afiliasinya mencapai sekitar 2,7 GW yang tersebar di Sumatera sebesar 1,1 GW, Jawa 1,3 GW, dan Sulawesi 0,34 GW. Total kapasitas terpasang tersebut kurang lebih setara dengan 0,2 juta ton per tahun hydrogen. Sementara, tren permintaan domestik terhadap hydrogen bersih pada tahun 2040 diproyeksikan mencapai 17 juta ton per tahun. Permintaan tersebut datang dari sektor pengolahan minyak, kimia, transportasi maupun pembangkit listrik.
Pertamina dan PLN sama-sama mendukung transisi energi serta penurunan emisi karbon di Indonesia. Pertamina berkomitmen penuh untuk meningkatkan portfolio energi bersihnya hingga 17 persen serta mengintegrasikan aspek environmental, social, and governance (ESG) ke dalam praktek bisnisnya. Sedangkan komitmen PLN terwujud dalam Rencana Umum Pembangkit tenaga Listrik (RUPTL) 2021 – 2030 dengan menggenjot pengembangan pembangkit EBT sebesar 1,1 GW.