REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Perusahaan raksasa jasa transportasi tumpangan yang menggunakan platform online di China, Didi Global telah mengumumkan rencana untuk melepas sahamnya dari New York Stock Exchange (NYSE) dan memindahkan listing ke Hong Kong. Perusahaan telah berada di bawah tekanan kuat sejak debutnya di AS pada Juli.
Dalam beberapa hari setelah penawaran umum perdana (IPO), Beijing mengumumkan tindakan keras terhadap perusahaan teknologi yang terdaftar di bursa saham luar negeri. Sebelumnya pada hari Kamis (2/12), pengawas pasar AS juga meluncurkan aturan baru yang keras untuk perusahaan China yang terdaftar di Amerika.
"Menyusul penelitian yang cermat, perusahaan akan segera mulai delisting di bursa saham New York dan memulai persiapan untuk listing di Hong Kong," kata perusahaan itu di akunnya di Weibo, seperti dilansir BBC.
Dalam pernyataan terpisah, Didi mengatakan Dewannya telah menyetujui langkah tersebut. Perusahaan akan mengadakan rapat pemegang saham untuk memberikan suara mengenai masalah di atas pada waktu yang belum ditentukan, mengikuti prosedur yang diperlukan.
Pada akhir Juni lalu, Didi mengumpulkan 4,4 miliar dolar AS dari IPO New York. Namun, perdagangan diredam pada hari pertama karena investor mempertimbangkan kekhawatiran atas ketegangan antara Washington dan Beijing.
Masih ada juga masalah lain yang diangkat oleh regulator AS atas laporan keuangan beberapa perusahaan China. Dalam beberapa hari, regulator internet China memerintahkan toko online untuk tidak menawarkan aplikasi Didi, dengan mengatakan aplikasi itu mengumpulkan data pribadi pengguna secara ilegal.
Administrasi Cyberspace China (CAC) mengatakan sedang menyelidiki perusahaan untuk melindungi keamanan nasional dan kepentingan publik. Sebagai tanggapan, Didi mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa perusahaan akan berusaha untuk memperbaiki masalah apa pun.
"Perusahaan akan meningkatkan kesadaran pencegahan risiko dan kemampuan teknologinya, melindungi privasi pengguna dan keamanan data, dan terus memberikan layanan yang aman dan nyaman bagi penggunanya," katanya.
Didi juga memperingatkan bahwa penghapusan aplikasinya dari toko-toko aplikasi China akan berdampak buruk pada pendapatan. Seperti banyak perusahaan teknologi China lainnya, Didi juga mendapat tekanan dari regulator di AS dan Eropa.
Pada hari Kamis, Komisi Sekuritas dan Bursa AS mengatakan telah menyelesaikan aturan baru bagi perusahaan asing. Perusahaan asal luar negeri yang terdaftar di AS dapat dihapus dari daftar bursa jika tidak mematuhi permintaan informasi dari regulator.
Undang-undang tersebut disahkan pada tahun 2020 setelah regulator China berulang kali menolak permintaan dari otoritas AS untuk memeriksa akun perusahaan China yang terdaftar dan berdagang di AS. Sementara itu pada bulan Agustus, sebuah sumber perusahaan mengatakan kepada BBC bahwa Didi juga telah menghentikan rencana peluncuran di Inggris dan benua Eropa.
"Didi sebelumnya berencana untuk menggelar layanan di Eropa Barat, termasuk kota-kota besar Inggris," katanya.
SoftBank Jepang adalah investor tunggal terbesar Didi dengan kepemilikan lebih dari 20 persen. Didi juga didukung oleh raksasa teknologi China Alibaba dan Tencent. Uber juga memiliki saham di perusahaan tersebut setelah Didi mengambil alih Uber China pada 2016.
Saham Didi Global telah kehilangan lebih dari 40 persen nilainya sejak debutnya di pasar AS. Menurut analisa BBC, perusahaan teknologi China telah diawasi di dalam dan luar negeri, mulai dari Alibaba hingga Tencent. Didi juga telah berselisih dengan regulator China selama berbulan-bulan.
Ini mengejutkan investor ketika Beijing menghapus Didi dari toko aplikasi hanya beberapa hari setelah perusahaan itu go public di Wall Street pada akhir Juni. Regulator menuduhnya melanggar aturan keamanan data.
Beijing juga telah mengumumkan aturan untuk melindungi hak-hak jutaan pengemudi tumpangan online. Menurut regulator, ini dilakukan dalam rangka mendukung pertumbuhan sektor tersebut.