REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Heru Kristiyana menyatakan kredit perbankan yang tumbuh 3,24 persen (yoy) atau Rp 5,65 triliun per Oktober 2021. Pertumbuhan kredit ini merupakan salah satu indikator bahwa stabilitas sistem keuangan mulai membaik dan tetap terjaga.
"Stabilitas ekonomi dan sistem keuangan yang sempat terancam pada krisis awal sekarang mulai membaik dan tetap terjaga. Penyaluran kredit mulai tumbuh positif sejak pertengahan 2021," kata Heru dalam Talkshow Dialog Interaktif OJK di Jakarta, Jumat (26/11).
Selain penyaluran kredit, Heru mengatakan perbaikan stabilitas sistem keuangan juga tercermin dari pertumbuhan aset yakni 7,05 persen atau Rp 9,82 triliun per Oktober meningkat dari posisi bulan sebelumnya yang tumbuh 6,07 persen atau Rp 9,73 triliun. Kemudian turut ditunjukkan melalui pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 8,7 persen atau Rp 7,24 triliun per Oktober dan naik dari September 2021 yang tumbuh 7,45 persen atau Rp 7,16 triliun.
Di sisi lain, Heru menyebutkan untuk kredit bermasalah (NPL gross) per Oktober sebesar 3,22 persen sehingga menunjukkan tingkatan yang masih perlu diwaspadai seiring krisis pandemi COVID-19 belum berakhir. Ia melanjutkan, untuk posisi permodalan perbankan masih kuat yakni rasio KPMM pada Oktober 2021 tumbuh 25,34 persen sehingga mendukung likuiditas perbankan yang cukup ample ditunjukkan melalui berbagai rasio berkualitas baik.
"Profitabilitas tergolong baik tercermin dari NIM, ROA dan BOPO masing-masing 4,52 persen, 1,92 persen dan 83,14 persen," katanya.
Meski demikian, Heru menuturkan masih terdapat hal yang patut diwaspadai yaitu gap antara pertumbuhan kredit dan DPK yang berpotensi menurunkan profitabilitas industri perbankan."Risiko kredit juga tentunya menjadi perhatian kita," tegasnya.
Menjaga momentum pemulihan
Sementara itu Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan pencapaian target pertumbuhan ekonomi akan tergantung pada efektivitas langkah-langkah pengendalian pandemi."Pemerintah terus memperkuat pengendalian pandemi untuk memastikan pencegahan dan penanganan yang lebih efektif," kata Airlangga dalam pernyataan di Jakarta, Jumat (26/11).
Ia memastikan berbagai strategi akan diupayakan pemerintah untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi yang mulai terjadi pada 2021 termasuk mendorong vaksinasi dan mengoptimalkan protokol kesehatan."Penguatan di hulu akan dilakukan melalui percepatan vaksinasi, peningkatan testing dan tracing, serta pengendalian mobilitas masyarakat melalui pembatasan kegiatan (PPKM) dan peningkatan disiplin protokol kesehatan," katanya.
Menurut dia, percepatan program vaksinasi itu akan bisa menciptakan herd immunity secara nasional serta berdampak pada peningkatan kepercayaan masyarakat dalam menjalankan kegiatan ekonomi.Dengan membaiknya kondisi internal, yang diiringi oleh pemulihan permintaan global serta surplus neraca perdagangan selama 18 bulan berturut-turut, maka fundamental ekonomi akan terus terjaga.
Tidak hanya itu, menurut dia, pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi juga akan terjadi melalui berbagai upaya transformasi untuk menciptakan lapangan pekerjaan dan kesejahteraan sosial serta keluar dari middle income trap dalam jangka menengah panjang. Salah satu upaya tersebut adalah dengan memperluas kemudahan dalam bidang penanaman modal dengan membuka 246 bidang usaha prioritas untuk investasi yang disertai insentif fiskal maupun nonfiskal.
Bidang usaha yang menjadi prioritas itu terutama industri yang berorientasi ekspor dan berteknologi tinggi, mengingat keduanya merupakan mesin pertumbuhan bagi perekonomian Indonesia."Pemerintah Indonesia telah menetapkan kebijakan strategis yang signifikan untuk memperkuat pemulihan ekonomi nasional dan mempercepat reformasi struktural. Lebih banyak kebijakan akan datang. Kami akan terus berkoordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan untuk memastikan kebangkitan ekonomi Indonesia dari pandemi," papar Airlangga.