Rabu 24 Nov 2021 10:21 WIB

Ritel Modern, Pembangkit Ekonomi di Tengah Pandemi

Tingkat kunjungan ke pusat perbelanjaan secara bertahap meningkat sejak Agustus.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolandha
Karyawan membuka toko kosmetik dan obat saat penutupan pusat perbelanjaan di Boxies123 Mall, Tajur, Kota Bogor, Jawa Barat, Sabtu (3/7). Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Bank Indonesia bulan Oktober 2021 kembali naik ke level optimis 113,4 poin dari September 95,5 poin.
Foto: ANTARA/Arif Firmansyah
Karyawan membuka toko kosmetik dan obat saat penutupan pusat perbelanjaan di Boxies123 Mall, Tajur, Kota Bogor, Jawa Barat, Sabtu (3/7). Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Bank Indonesia bulan Oktober 2021 kembali naik ke level optimis 113,4 poin dari September 95,5 poin.

REPUBLIKA.CO.ID, OLEH Dedy Darmawan Nasution

Geliat bisnis ritel yang sempat jatuh akibat pelemahan daya beli mulai menuju tren positif. Keberadaan toko ritel dari kelas minimarket hingga supermarket, kembali memompa perekonomian domestik seiring pelonggaran aktivitas masyarakat.

Baca Juga

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Bank Indonesia bulan Oktober 2021 kembali naik ke level optimis 113,4 poin dari September 95,5 poin. Bank sentral juga mencatat, kenaikan indeks terjadi pada seluruh kategori pengeluaran.

Kepercayaan diri konsumen untuk berbelanja berperan penting bagi pertumbuhan ekonomi. Musababnya, konsumsi rumah tangga punya kontribusi 59 persen terhadap pembentukan produk domestik bruto (PDB) nasional.

Menteri Perdagangan, Muhamamd Lutfi, menjelaskan, IKK yang kembali di atas 100 poin setelah anjlok pada kuartal III lalu menjadi momentum tepat bagi toko ritel modern untuk kembali bergeliat. Ritel sebagai tempat pemenuhan kebutuhan harian tentu bakal memacu tren pemulihan ekonomi.

Namun, protokol kesehatan Covid-19 tak boleh melonggar. Karena itu, Lutfi menegaskan, penerapan aplikasi PeduliLindungi di sejumlah tempat perbelanjaan menjadi solusi. Komitmen para pengelola ritel dalam mengaplikasikan sistem screening itu setidaknya memberikan hasil: kegiatan belanja tetap sehat dan aman.

"Yang mendorong ekonomi kita adalah apa yang dibelanjakan masyarakat. Kita harus menjaga momentum ini dan jadikan ritel tangguh, UMKM maju, serta Indonesia bangkit," katanya, baru-baru ini.

Ketua Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Alphonzus Widjaja, menuturkan, sektor ritel telah menjadi salah satu pendorong pemulihan ekonomi sekaligus pertumbuhan perdagangan dalam negeri.

photo
Pengunjung berada di pusat perbelanjaan Grand Indonesia, Jakarta, Rabu (3/11). - (Prayogi/Republika.)

Ia menyampaikan, tingkat kunjungan ke pusat perbelanjaan terus meningkat secara bertahap sejak Agustus lalu. Dirinya optimistis hingga akhir tahun 2021 tingkat kunjungan ke pusat perbelanjaan terus dalam tren positif dan diharapkan lebih baik dari 2020.

"Momentum yang bagus ini harus terus dijaga agar tidak terjadi kembali penutupan usaha yang berakibat buruk pada ekonomi nasional," kata Alphonzuz kepada Republika.

Pada kuartal III tahun ini, BPS melaporkan laju PDB nasional tumbuh 3,51 persen year on year. Angka itu turun dari kuartal II yang tembus 7,07 persen. Penurunan itu sejalan dengan pengetatan mobilitas masyarakat pada Juli-Agustus di mana puncak gelombang kedua Covid-19 terjadi.

Kendati demikian, sektor perdagangan masih mencatat pertumbuhan positif 5,16 persen. Meski turun dari kuartal II yang tercatat 9,45 persen, masih jauh lebih tinggi dari kuartal III 2020 yang sempat minus 1,23 persen.

Memasuki Oktober, awal kuartal IV, mobilitas masyarakat di tempat perdagangan ritel dan rekreasi melaju positif 4,4 persen lebih tinggi dibanding periode sebelum pandemi, mengacu data Google Mobility yang diolah BPS.

Alphonzus mengatakan, penerapan protokol kesehatan secara ketat, disiplin, dan konsisten serta percepatan vaksinasi yang merata menjadi kunci dalam menjaga momentum ini. "Agar pengorbanan besar yang telah dilakukan tidak sia-sia," kata dia.

Roy Nicholas Mandey, ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), menambahkan, ketika pertumbuhan ekonomi berada dalam level negatif, dipastikan konsumsi masyarakat juga minus. Itu karena besarnya kontribusi konsumsi dari masyarakat.

"Jadi apa yang dibelanjakan dan dikonsumsi 273 masyarakat kita, itulah yang memberikan kontribusi. Jadi kita harus terus meningkatkan konsumsi dalam negeri," kata dia.

Namun, ia menegaskan, ritel modern tidak dapat tumbuh sendiri tanpa menggandeng peran besar dari usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Pasalnya banyak UMKM yang saat ini juga memenuhi kebutuhan bahan bakunya dari toko ritel.

photo
Warga memilih barang di sebuah toko ritel modern. - (Wihdan Hidayat/Republika)

Lebih jauh, keuntungan dari perdagangan para UMKM juga ikut dibelanjakan di toko ritel, selain pasar tradisional pada umumnya. "Jadi ini adalah ekonomi sirkular yang ingin kita bangun agar semua terus mendorong konsumsi dalam negeri," ujarnya.

Dalam mendorong peningkatan konsumsi dan pertumbuhan ritel, Roy mengungkapkan, langkah digitalisasi menjadi keniscayaan bagi ritel ke depan. Sebab, dari sistem digital akses terhadap barang semakin praktis, mudah, dan cepat.

Toko ritel yang dahulu cenderung eksklusif juga mulai terbuka dan meningkatkan kolaborasi dengan toko daring. Karena menurutnya, toko konvensional dan daring saling membutuhkan sehingga tidak ada lagi dikotomi antara keduanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement