REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Lembaga survei Indodata, Ahad (24/10), memaparkan hasil survei tentang peredaran rokok ilegal di Indonesia. Fokus dari survei ini yaitu korelasi antara kenaikan cukai rokok terhadap peredaran rokok ilegal di Indonesia per 13 Juli 2020 hingga 13 Agustus 2020.
Survei ini dilakukan di 13 provinsi di Indonesia dengan jumlah responden sebanyak 2.500 responden. "Dalam persentase perhitungan peredaran rokok ilegal di Indonesia, Indodata menemukan sebesar 28,12 persen responden mengonsumsi rokok ilegal dan jumlah rokok ilegal yang dikonsumsi sebesar 7.701 batang per hari," kata Direktur Eksekutif Indodata Danis Tri Saputra Wahidin dalam paparannya di Jakarta.
Danis mengatakan, berdasarkan jumlah konsumsi rokok ilegal per hari dari total konsumsi rokok, maka persentase yang dihasilkan sebanyak 26,30 persen atau sebesar 29.284 batang.
Sementara, untuk estimasi prediksi dampak peredaran rokok ilegal terhadap penerimaan negara, hasil survei menunjukkan angka berikut. Yakni estimasi prediksi rentang peredaran rokok ilegal sebesar 127,53 miliar batang atau 26,38 persen. Sedangkan estimasi prediksi pendapatan negara yang hilang akibat peredaran rokok ilegal mencapai Rp 53,18 triliun.
Danis mengungkapkan mengapa masyarakat mengonsumsi rokok ilegal. Menurutnya, hal ini karena dampak dari kenaikan harga dan cukai rokok. "Kenaikan harga rokok tak mempengaruhi keinginan perokok untuk merokok," kata Danis.
Menurut Danis, masyarakat perokok berpindah dari perokok legal menjadi perokok ilegal (yang lebih murah). Karena itu, terkait kebijakan pemerintah soal kenaikan harga dan cukai rokok, Danis memberikan sejumlah rekomendasi.
Pertama, melakukan kajian mendalam terkait dampak dari peningkatan tarif cukai. Di antaranya, terhadap aspek ekonomi dan perilaku masyarakat dalam mengonsumsi rokok.
Kedua, melibatkan stakeholder yang luas dalam merumuskan kebijakan tarif cukai dan HJE agar dapat memperoleh perspektif seluas mungkin sebagai dasar pengambilan keputusan. Ketiga, Efektivitas kebijakan atas tarif cukai dan HJE perlu didukung oleh pengawasan dan penegakan hukum atas peredaran rokok ilegal sebagai salah satu upaya dalam mendukung optimalisasi pendapatan negara.
Wakil Ketua Badan Legislatif DPR Firman Subagyo yang juga menjadi pembicara dalam rilis survei ini mengatakan, hasil survei ini bisa menjadi masukan bagi pemerintah untuk mempertimbangkan penerapan tarif cukai khususnya rokok.
Sedangkan Pakar Kebijakan Universitas Padjajaran Mudiyati Rachmatunnisa mengatakan, dampak rokok ilegal adalah mengurangi pendapatan pemerintah. Kemudian,
mengurangi efektivitas upaya pengendalian rokok, yakni target perbaikan kesehatan serta mengurangi jumlah perokok.
Selanjutnya, mengurangi pendapatan dari produsen, pemasok, dan distributor sah/resmi. Terakhir, melemahkan investasi.
Karena itu, dia menyarankan pemerintah perlu hati-hati dalam mengambil keputusan kenaikan cukai rokok.
"Perlu penelitian mendalam, semua stakeholder perlu diajak berbicara," katanya.