REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fenomena pinjaman online (pinjol) di Indonesia menjadi perhatian bagi pemerintah, mengingat lebih dari 68 juta masyarakat yang tercatat mengambil bagian atau akun di dalam aktivitas kegiatan financial technology (fintech) dengan berbagai faktor dan kepentingan. Namun, meski mampu memberikan pinjaman kepada masyarakat secara cepat dan luas, berbagai tindak pidana yang terjadi telah menjadi perhatian, terutama banyaknya pinjol yang tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Banyaknya kasus tersebut menimbulkan keresahan di masyarakat akibat tingginya bunga yang diberikan, serta terjadinya pelanggaran saat penagihan dilakukan kepada peminjam. Ekonom Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh masyarakat terkait pinjol. Pertama, pastikan kemampuan bayar sebelum melakukan pengajuan pinjaman online.
“Kesalahan yang harus dihindari adalah tidak merencanakan pengeluaran dengan baik, sehingga budaya utang menjadi kebiasaan,” ujar Bhima kepada Republika, Jumat (15/10).
Kedua, Bhima mengatakan perlunya sikap disiplin dalam melakukan pinjaman dengan cicilan tidak melebihi batas 30 persen dari pendapatan gaji maupun penghasilan lain setiap bulannya. Ia menyebut jika lebih dari 30 persen, artinya pengelolaan keuangan tidak sehat, karena penghasilan digunakan selain untuk cicilan juga untuk kebutuhan hidup rutin.
Ketiga, diperlukan komitmen untuk tepat waktu membayar cicilan. Jika menemui permasalahan...
Baca juga : Jari Kepleset Saat Pegang Handphone Berujung Tagihan Pinjol