REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri baja nasional yang mandiri diharapkan mampu mendukung tumbuhnya ekonomi nasional. Pemerintah terus mendorong perkembangan industri baja lokal agar kapasitasnya bisa meningkat.
Direktur logam Dirjen Ilmate, Kemenperin, Budi Susanto, mengatakan kapasitas produksi baja nasional hingga bulan keempat 2021 telah mencapai 11,7 juta ton. Sementara target yang telah ditetapkan sebesar 11,9 juta ton.
"Jadi kita sekarang masih kekurangan 0,2 juta ton. Mudah-mudahan dengan beroperasinya fasilitas LSM dari Gunung Rajapaksi, (target kapasitas produksi) yang 11 juta ton ini bisa terpenuhi," ujar Budi.
Budi menyampaikan data itu dalam diskusi online Infrastructure Connect Digital Series 2021 dengan tema 'Menuju Kemandirian Industri Baja Nasional dalam Mendukung Pertumbuhan Ekonomi Nasional'. "Kemudian Cilegon karena kita sudah sebut sebagai kota baja, kita juga canangkan ada cluster 10 juta ton. Ini merupakan bagian dari yang 17 juta ton. Nah ini di tahun 2019 sampai 2022 ini juga sudah ditetapkan sebesar 6,9 juta ton. Dan ini mudah-mudahan juga bisa terpenuhi," kata Budi melanjutkan.
Kemenperin sudah memiliki rencana induk pengembangan industri besi dan baja nasional. Rencana dibuat sejak tahun 2015 sampai 2035. Pada rencana tahap dua (tahun 2020-2024), target kapasitas produksi di akhir tahun 2024 sebesar 17 juta ton.
Pelaku usaha di sektor industri baja, khususnya baja ringan, Stephanus Koeswandi, mengatakan ekonomi nasional bisa meningkat jika ada beberapa faktor pendukung seperti investasi, konsumsi, ekspor/impor, dan kemajuan teknologi. "Dengan pengaplikasian industri 4.0, pertumbuhan ekonomi nasional akan lebih cepat lagi. Jadi 4 hal itu yang kami selalu usahakan di dalam perusahaan kami,” kata dia.
Menurut Vice Presiden Tatalogam Group ini, sekarang masih ada beberapa permasalahan yang bisa menjadi batu sandungan dalam menggapai tujuan kemandirian baja nasional. Sekaligus ini mengancam keselamatan jiwa penggunanya di Tanah Air.
Saat ini banyak baja yang masuk ke pasaran dengan ketebalan di bawah 0,2. Baja ketebalan inti 0,18 - 0,17 - 0,16 ini banyak dia temukan. "Dan tentu kalau dari produsen dalam negeri tidak bisa membuat baja dengan ketebalan seperti ini, karena semua baja yang diproduksi di Tanah Air itu sudah harus sesuai dengan SNI," ujarnya.
Stephanus mengakui ada satu atau dua pelaku industri yang mengundang baja impor ini masuk ke pasaran lokal. Akibatnya, beberapa tahun ini banyak terjadi sekolah, rumah sakit, dan juga fasilitas umum lainnya yang ambruk karena menggunakan baja yang tidak standard. "Ini kami mohon perhatiannya untuk baja-baja nonstandard ini," ujar dia.