Kamis 30 Sep 2021 07:19 WIB

Rasio Utang Naik, Menko: Semua Negara Kondisinya Sama

Meski utang naik, ada indikator dari sektor eksternal yang relatif membaik.

Rep: Novita Intan/ Red: Friska Yolandha
Aktivitas bongkar muat di Terminal Peti Kemas Makassar yang dikelola oleh PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) IV (Persero) di Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (20/9/2021). Kementerian Keuangan mencatatkan rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) meningkat 40,85 persen pada Agustus 2021 dibandingkan Juli 2021 sebesar 40,51 persen.
Foto: Antara/Arnas Padda
Aktivitas bongkar muat di Terminal Peti Kemas Makassar yang dikelola oleh PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) IV (Persero) di Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (20/9/2021). Kementerian Keuangan mencatatkan rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) meningkat 40,85 persen pada Agustus 2021 dibandingkan Juli 2021 sebesar 40,51 persen.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan mencatatkan rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) meningkat 40,85 persen pada Agustus 2021 dibandingkan Juli 2021 sebesar 40,51 persen. Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan Indonesia bukan satu-satunya negara yang mengalami kondisi tersebut. Hal ini dirasakan banyak negara dunia akibat pandemi Covid-19.

"Rasio utang memang naik, namun kita tidak sendirian. Hampir semua negara rasio utangnya naik,” ujarnya saat webinar CIMB Niaga, Rabu (29/9).

Menurutnya pandemi Covid-19 menjadi suatu kondisi yang tidak bisa diprediksi. Bahkan, Airlangga menyebut hampir semua negara di dunia tidak menyangka kondisi pandemi masih terus berjalan sampai tahun ini.

"Saya sampaikan dalam kondisi pandemi Covid-19 varian delta, tidak ada satu dari 215 negara yang memprediksi pandemi ini berjalan mendekati dua tahun, sehingga ini harus dilakukan langkah-langkah extraordinary," ucapnya.

Meski angka utang terus naik, Airlangga mengungkapkan ada indikator dari sektor eksternal yang relatif membaik. Hal itu tercermin dari defisit transaksi berjalan yang rendah dan cadangan devisa yang meningkat.

"Ekspor dan impor juga terus meningkat, lalu nilai tukar rupiah dan IHSG terjaga," ucapnya.

Tak hanya itu, pemerintah dan Bank Indonesia sepakat untuk melakukan burden sharing melalui surat keputusan bersama (SKB) III untuk mendukung pendanaan APBN pada 2021 dan 2022. Dalam kesepakatannya, Bank Indonesia akan melakukan pembelian surat berharga negara (SBN) sebesar Rp 215 triliun pada 2021 dan Rp 224 triliun pada 2022.

Airlangga menjelaskan burden sharing sebagai langkah yang diperlukan di tengah pandemi COVID-19. "Tentu harus diambil langkah extraordinary. Saya terima kasih kepada Menteri Keuangan dan Gubernur BI sudah kerja sama burden sharing termasuk dalam pengadaan vaksin," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement