REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Dolar AS melonjak ke level tertinggi dalam lebih dari 10 bulan pada akhir perdagangan Selasa (28/9), mengikuti kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS. Investor melihat Federal Reserve yang mungkin mengurangi pembelian aset pada November dan kenaikan suku bunga kemungkinan akan menyusul.
Imbal hasil obligasi pemerintah AS bertenor 10-tahun yang dijadikan acuan mencapai puncak tiga bulan, dan terakhir naik empat basis poin pada 1,5253 persen. Kenaikan imbal hasil dipercepat setelah bank sentral AS berubah hawkish pada pertemuan kebijakan moneter minggu lalu, memperkuat pandangan pasar untuk tapering Fed yang lebih cepat dari perkiraan.
"Imbal hasil umumnya bergerak lebih tinggi karena ekspektasi inflasi yang meningkat membebani daya tarik relatif obligasi pemerintah, tetapi naik lebih cepat di Amerika Serikat karena para pedagang bertaruh Federal Reserve akan bergerak lebih cepat daripada rekan-rekan globalnya," kata Karl Schamotta, kepala strategi pasar di Cambridge Global Payments di Toronto.
Pada perdagangan sore di New York, indeks dolar AS yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya mencapai level tertinggi sejak awal November dan terakhir naik 0,3 persen pada 93,719.
Dolar Australia, yang dipandang sebagai proksi likuid untuk selera risiko, turun 0,6 persen pada 0,7240 dolar AS. Euro turun 0,1 persen versus dolar di 1,1681 dolar.
Baca juga : AP II Siapkan Laboratorium Tes PCR Berstandar BSL 2
Di awal sesi, euro mencapai level terendah enam minggu di 1,1668 dolar, setelah komentar dari Menteri Keuangan AS Janet Yellen, mengatakan bahwa inflasi AS pada akhir tahun akan mendekati 4,0 persen, dua kali lipat dari target Fed.
"Salah satu tema yang tampaknya mendapatkan daya tarik adalah bahwa pasar berada di titik puncak untuk menilai kembali jalur siklus pengetatan Fed," tulis ahli strategi ING dalam sebuah catatan kepada klien.
Yen Jepang melemah ke level terendah dalam hampir tiga bulan terhadap dolar. Greenback terakhir naik 0,5 persen pada 111,57 yen.
Yen adalah mata uang G10 yang paling berkorelasi dengan imbal hasil obligasi pemerintah AS bertenor dua tahun dan 10 tahun, kata analis mata uang MUFG Lee Hardman dalam sebuah catatan kepada klien. Risalah dari pertemuan bank sentral Jepang (BoJ) Juli menunjukkan bahwa beberapa pembuat kebijakan bank sentral memperingatkan risiko penundaan pemulihan ekonomi negara itu.
Sementara itu, pound Inggris melemah 1,2 persen pada 1,3532 dolar. Sterling melonjak pekan lalu setelah nada hawkish oleh bank sentral Inggris (BoE), tetapi analis membuat catatan hati-hati pada mata uang karena Inggris berjuang dengan kekacauan rantai pasokan akibat kekurangan pengemudi truk.