REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) meminta pemerintah untuk lebih fokus pada upaya intensifikasi ketimbang langkah ekstensifikasi yang mengandalkan perluasan lahan. Pasalnya, gairah petani untuk memperluas area penanaman akan timbul jika produktivtas tebu dengan benih unggul bisa dicapai.
Ketua Umum APTRI, Soemitro Samadikun, mengatakan, yang paling dibutuhkan saat ini yakni peningkatan kualitas dan produksi tebu per hektare (ha). Kemudian diikuti dengan peningkatan rendemen di pabrik gula sehingga produksi gula yang diperoleh bisa lebih besar sekaligus lebih berkualitas.
"Pemerintah setiap kekurangan produksi selalu dijawab dengan ekstensifikasi. Naikkan dulu produktivtas karena dengan itu kita bisa menekan biasa turunkan biaya produksi," kata Soemitro dalam webinar, Selasa (28/9).
Sebagai gambaran, rata-rata produktivitas tebu di perkebunan milik Holding PTPN III berkisar 67 ton per ha. Diperoleh produksi tebu 4,67 ton per ha dengan rendemen 7 persen. Dengan kondisi tersebut, biaya produksi gula saat ini di kisaran Rp 10 ribu per kg.
Soemitro menginginkan agar produktivitas tebu bisa dinaikkan menjadi 100 ton per hektare (ha). Adapun rendemen bisa meningkat menjadi 10 persen sehingga produksi gula bisa naik menjadi 10 ton per hektare.
"Dengan luas tanam saat ini yang seluas 418 ribu hektare, kita bisa peroleh produksi gula 4,18 juta ton. Kalau ini bisa dicapai, biaya pokok produksi gula saya yakin bisa turun jadi Rp 7.600 per kg," kata Soemitro.
Dengan biaya pokok yang murah, harga jual gula dalam negeri pun bisa ditekan namun petani tetap bisa meningkatkan kesejahteraan. "Oke harga turun, tapi produktivitas naik, petani akan senang dan pertambahan areal tanam akan terjadi secara alami. Memang, itu tidak bisa langsung," ujarnya.
Pakar Pertanian Universitas Brawijaya, Sujarwo, menambahkan, kualitas tebu dan rendemen menjadi salah satu masalah utama yang dihadapi industri gula nasional. Ia mencatat, rata-rata harga gula di pasar Indonesia sekitar Rp 11.900 per kg, jauh lebih tinggi dari pada rata-rata harga gula dunia yang hanya Rp 6.200 per kg.
Menurut dia, untuk bisa mengatasi persoalan itu, kemitraan antara petani tebu dengan pabrik gula harus ditingkatkan. Hal itu nantinya akan memicu upaya peningkatan efisiensi produksi gula sehingga produktivitas meningkat namun dengan biaya produksi yang lebih rendah.
"Tren impor gula kita terus meningkat setiap tahun ini menandakan ada inefisiensi gula yang makin tinggi," katanya.