REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana memprediksi tarif listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap akan lebih kompetitif di masa mendatang.
"Saya yakin tarif PLTS Atap ke depannya mampu bersaing dengan sumber energi lainnya. Apalagi tren teknologi EBT makin ke sini makin efisien dan makin masif sehingga bisa makin murah," kata Rida.
Pengembangan teknologi Solar Photovoltaic harus diimbangi dengan teknologi baterai. "Ini untuk storage system, termasuk pendalaman hidrogen terkait carrier energy," tambah Rida.
Rida menegaskan, hasil riset menunjukkan PLTS Atap akan mampu mengalahkan PLTU seiring perkembangan teknologi baterai pada 2028. "Yakin betul saya. Makanya, riset itu perlu dan ini dijadikan investasi masa depan, bukan biaya saat ini," jelas Rida.
Selain persoalan tarif PLTS Atap, Pemerintah juga mengatur kembali regulasi mengenai PLTS Atap yaitu Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 49 Tahun 2018 tentang Penggunaan Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap Oleh Konsumen PT PLN. "Semangat regulasi PLTS Atap adalah penghematan sekaligus menggalakkan penggunaan EBT," ungkap Rida.
Baca juga : Sambut Wisatawan, Seluruh Hotel BUMN Terapkan Pedulindungi
Secara umum, Rida menjelaskan, prinsip pemerintah dalam menyediakan akses energi ketenagalistrikan di Indonesia. Terdapat lima poin utama, yaitu Kecukupan (implementasi perencanaan kebutuhan listrik nasional), Keandalan (pemanfaatan teknologi pada pembangkit untuk efisiensi), Keberlanjutan (penggunaan EBT/pemasangan PLTS pada pembangkit listrik), Keterjangkauan (mengupayakan harga listrik yang kompetitif sehingga tarif masyarakat terjangkau) dan Keadilan (pemerataan akses listrik melalui peningkatan rasio elektrifikasi). "Prinsip 5K ini jadi prinsip kerja sehari-hari kami di Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan untuk menjamin lima hal ini terpenuhi," kata Rida.