REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank BTPN Tbk membukukan laba bersih setelah diatribusikan kepada pemilik entitas induk pada Semester I 2021 sebesar Rp 1,64 triliun. Raihan tersebut tumbuh 47 persen year-on-year (yoy) dari Rp 1,12 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Pencapaian ini ditopang beban bunga yang turun sebesar 40 persen yoy dari Rp 3,14 triliun menjadi Rp 1,88 triliun, serta biaya kredit yang lebih rendah sebesar 43 persen dari Rp 1,22 triliun menjadi Rp 696 miliar.
"Pertumbuhan laba bersih merupakan hasil dari strategi bisnis kami untuk bisa tangkas dan adaptif dalam upaya kami senantiasa menyesuaikan diri dalam menghadapi tantangan pandemi yang belum berakhir ini," kata Direktur Utama Bank BTPN, Ongki Wanadjati Dana, seperti dikutip Republika, Ahad (12/9)
Pendapatan bunga bersih dan pendapatan operasional lainnya juga menunjukkan peningkatan. Pendapatan bunga bersih tercatat naik 4 persen yoy menjadi Rp 5,59 triliun dalam enam bulan pertama 2021, dibanding Rp 5,37 triliun setahun sebelumnya.
Pendapatan operasional lainnya tumbuh 5 persen yoy menjadi Rp 960 miliar dari Rp 913 miliar, yang terutama berasal dari peningkatan fee. Bank BTPN juga berhasil menjaga efisiensi operasional usaha, sehingga beban biaya operasional relatif sama dengan tahun lalu.
Secara total, dana pihak ketiga (DPK) Bank BTPN turun 5 persen yoy adi Rp 96,64 triliun pada akhir Juni 2021 dari Rp 101,40 triliun. Penurunan DPK sejalan dengan penurunan kebutuhan pendanaan kredit selama pandemi Covid-19.
Dengan permintaan kredit yang masih, total kredit yang disalurkan Bank BTPN per akhir Juni 2021 turun 10 persen yoy ke posisi Rp 135,57 triliun. Kualitas kredit tetap terjaga, terlihat dari rasio gross NPL yang berada di level 1,46 persen, lebih rendah dibanding rata-rata industri yang tercatat sebesar 3,35 persen pada akhir Mei 2021.
Rasio likuiditas dan pendanaan berada di tingkat yang sehat, dengan liquidity coverage ratio (LCR) mencapai 237,8 persen dan net stable funding ratio (NSFR) 116,1 persen. Perseroan mencatat penurunan aset sebesar 5 persen yoy, dari Rp 185,19 triliun menjadi Rp 175,93 triliun, dengan rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) sebesar 27,4 persen.
Sementara itu, pertumbuhan jumlah pengguna Jenius sebesar 22 persen yoy menjadi lebih dari 3,3 juta. Adapun jumlah DPK Jenius bertumbuh 44 persen yoy menjadi Rp 15,4 triliun pada akhir Semester I 2021.