Kamis 26 Aug 2021 20:56 WIB

Pertamina Targetkan 76 SPBU Terpasang PLTS Atap Tahun Ini

Potensi pasar PLTS di Indonesia sangat besar.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Nidia Zuraya
Salah satu SPBU Pertamina (ilustrasi).
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Salah satu SPBU Pertamina (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anak usaha Pertamina di bidang listrik, PT Pertamina Power Indonesia (PPI) mentargetkan pada tahun ini ada 76 SPBU yang terpasang PLTS Atap. Langkah ini dilakukan untuk mendorong bauran energi.

Vice President Technical & Engineering Pertamina Power Indonesia Norman Ginting menjelaskan PPI mentargetkan punya kapasitas PLTS sebesar 500 MW dari total potensi 1,5 GW selama lima tahun mendatang. Tahun ini dengan targetnya kapasitas terpasang PLTS mencapai 50 MW salah satunya dengan pemasangan PLTS Atap di SPBU.

"Kami mentargetkan pada tahun ini ada 76 SPBU yang terpasang PLTS Atap. Total target kapasitas terpasang kami 50 MW," ujar Norman, Kamis (26/8).

Untuk bisa mendukung rencana tersebut kata dia perlu dukungan manufaktur dan EPC lokal yang bisa diandalkan dalam merealisasikanrencana ini. Norman berharap dengan 500 MW PLTS sukses dilaksanakan, potensi pengurangan emisi karbon sebanyak 630.000 ton CO2 per tahun.

 

“PLTS ini tidak hanya digunakan untuk perumahan, tapi juga untuk memenuhi kebutuhan listrik di sistem kelistrikan di  LNG Badak, termasuk di Dumai, kilang Cilacap, dan KEK Sei Mangkei,” kata Norman.

Norman menjelaskan sebenarnya potensi pasar PLTS di Indonesia sangat besar. Ceruk pasar lainnya adalah ke sektor komersial, residensial, dan industrial yang juga sedang digarap Pertamina saat ini.

Kemudian ke segmen solar farm/floating yang saat ini diakui Norman sedang digarap intens bersama dengan potensial investor  luar negeri. Menurut hasil studi, potensi PLTS floating di Indonesia sebesar 1.000 MW yang bisa dikembangkan. Pertamina akan menggandeng PLN untuk mengembangkan potensi ini.  

Segmentasi pasar terakhir adalah ke pasar solar PV internasional. Norman bilang, ekspansi bisnis PLTS ke pasar internasional seperti ke Australia, Vietnam, India, dan negara lainnya dilakukan melalui skema akuisisi.

Namun, dalam perkembangan bisnis kedepan, Pertamina melihat ada beberapa tantangan yang harus dihadapi. "Tantangan pertama adalah isu segregated networks yakni terkait jaringan transmisi Indonesia yang saat ini terpisah tanpa jaringan pusat," ujar Norman.

Kemudian, tantangan tarif listrik yakni harga BPP yang sebagian besar terkait dengan harga batubara domestik sehingga tarif listrik solar belum dapat kompetitif. Persoalan persyaratan konten lokal juga secara keekonomian akan meningkatkan belanja modal sehingga target tarif listrik yang akan dicapai menjadi tantangan tersendiri.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement