REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) optimistis jumlah penghimpunan dana melalui pasar modal pada akhir tahun ini akan mencapai level sebelum pandemi. Jumlah ini akan tercapai seiring dengan meningkatnya minat perusahaan untuk masuk ke bursa serta semakin bertambahnya jumlah investor.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan penghimpunan dana melalui pasar modal hingga 3 Agustus 2021 tumbuh sebesar 99,36 persen (yoy) atau sebesar Rp 117,94 triliun dari 27 emiten baru yang melakukan penawaran umum."Angka ini belum termasuk realisasi IPO perusahaan start-up yaitu Bukalapak yang baru saja efektif per tanggal 6 Agustus 2021. Capaian ini hampir melampaui perolehan tahun 2020 yang sebesar Rp118,7 triliun dan kami yakin dapat kembali mencapai level sebelum pandemi yakni di akhir tahun 2021," ujar Wimboh dalam acara Peringatan 44 Tahun Diaktifkannya Kembali Pasar Modal Indonesia di Jakarta, Selasa (10/8).
Berdasarkan catatan OJK, masih terdapat 83 penawaran umum dalam proses (pipeline) senilai total Rp52,56 triliun dengan 40 penawaran umum, di antaranya akan dilakukan melalui mekanisme penawaran umum perdana saham (IPO). Ke depan, lanjut Wimboh, OJK akan terus berupaya meningkatkan basis suplai antara lain dengan mengakomodir calon emiten dari new economy atau start-up untuk meramaikan perdagangan saham di BEI.
"Antusiasme dan optimisme penghimpunan dana melalui pasar modal yang terjaga ini diharapkan dapat menjadikan pasar modal sebagai motor penggerak pemulihan ekonomi nasional. Hal ini sejalan dengan tema peringatan ulang tahun pasar modal kali ini yaitu sinergi pasar modal bagi pemulihan ekonomi," kata Wimboh.
Wimboh menyampaikan pasar modal Indonesia masih mampu bertahan dari dampak pandemi dan menunjukkan kinerja yang terus membaik. Berbagai capaian diraih seperti pertumbuhan investor pasar modal yang sangat signifikan. Ia pun mengapresiasi seluruh insan pasar modal yang telah berperan aktif mendukung pertumbuhan pasar modal di Indonesia agar terus berperan dalam menggerakkan roda perekonomian nasional.
Menurut Wimboh, pandemi Covid-19 menyebabkan mobilitas masyarakat terbatas sehingga terjadi penurunan konsumsi di masyarakat dan berdampak meningkatnya pendapatan yang dapat dibelanjakan yang mengendap dalam bentuk simpanan di perbankan. Selain itu kebijakan fiskal dan moneter juga turut meningkatkan likuiditas di pasar.
"Implikasi dari kebijakan dimaksud membuat masyarakat memiliki dana berlebih yang siap untuk diinvestasikan. Masyarakat kemudian mencari alternatif investasi lain yang memberikan return lebih tinggi, salah satunya instrumen pasar modal," ujar Wimboh.
Hingga Juli 2021 investor pasar modal meningkat menjadi 5,82 juta investor atau tumbuh 93 persen (yoy) yang didominasi oleh investor ritel berumur di bawah 30 tahun atau investor milenial. Pertumbuhan investor tersebut mencapai dua kali lipat sejak awal pandemi dimana hal tersebut mencerminkan tingginya optimisme investor terhadap pasar modal Indonesia.
"Keberhasilan ini merupakan upaya kita bersama dalam menjaga volatilitas pasar modal agar senantiasa stabil dan terkendali. Peningkatan jumlah investor ritel tersebut juga merupakan hasil dari transformasi digital yang menjadi kunci utama bagi pendalaman basis investor di pasar modal," kata Wimboh.
Wimboh menambahkan, industri pasar modal masih dalam kondisi yang stabil pada 2021. IHSG hingga 9 Agustus 2021 tercatat menguat ke level 6.127,46 atau tumbuh 2,48 persen (ytd) dengan aliran dana non-residen tercatat masuk sebesar Rp18,24 triliun (ytd).