REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Jogja Corruption Watch (JCW) menilai Pemda DIY terkesan tidak memiliki sense of crisis dalam penanganan pandemi. Sebab, belum memfokuskan APBD DIY maupun Dana Keistimewaan (Danais) untuk penanganan covid yang langsung dirasakan masyarakat.
Apalagi, dengan penerapan PPKM Darurat Jawa-Bali seperti saat ini. Aktivis Jogja Corruption Watch (JCW), Baharuddin Kamba mengatakan, kondisi itu pasti berdampak luar biasa. Padahal, untuk 2021 Pemda DIY menerima Danais senilai Rp 1,3 triliun.
Namun, anggaran tersebut masih lebih banyak dimanfaatkan kepada infrastruktur atau pembangunan. Misalnya, untuk pembangunan pagar Alun-Alun Utara Rp 2,3 miliar dan pembelian Hotel Mutiara Rp 170 miliar yang mana sampai hari ini belum dimanfaatkan.
"Daripada menganggur lebih baik Hotel Mutiara Malioboro itu dapat dijadikan shelter para pasien covid," kata Baharuddin kepada Republika, Ahad (11/7).
Belum lagi, kata Baharuddin, anggaran khusus penanganan covid dari APBD DIY yang masih minim pemakaiannya yang dari Rp 342 miliar baru digunakan Rp 33 miliar. Artinya, dari porsi anggaran sebenarnya Pemda DIY tidak mengalami kekurangan anggaran.
Sedangkan, di luar sana tidak sedikit masyarakat DIY pontang-panting bekerja guna menyambung hidup karena dampak pandemi covid. Belum lagi sulitnya mencari layanan RS karena bangsal penuh pasien covid, bahkan ada warga meninggal dunia dalam mobil.
"Tenda darurat yang sempat tergenang air hujan dan korban meninggal dunia terus bertambah, miris," ujar Baharuddin.
Artinya, angka covid khususnya di DIY menunjukan trend statistik semakin tinggi. Maka itu, ia menekankan, harus ada sense of crisis fokuskan anggaran untuk penanganan covid yang benar-benar dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat.
Apalagi, sudah ada lampu hijau Kementerian Keuangan kalau Danais dapat dipakai guna mendanai pencegahan atau penanganan pandemi covid. Segera inventarisasi segala kebutuhan mendasar yang diperlukan untuk pencegahan atau penanganan covid di DIY.
Menurut Baharuddin, seharusnya anggaran yang tidak mendesak atau mendesak seperti infrastruktur atau pembangunan memang dapat ditunda. Apalagi, menyangkut hajat hidup orang banyak di tengah pandemi covid, yang belum menunjukan angka penurunan.
"Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didorong untuk melakukan pengawasan secara intensif atas penggunaan anggaran-anggaran yang ada, guna menghindari terjadinya penyelewengan atau korupsi atas bantuan penanganan covid," kata Baharuddin.