Jumat 02 Jul 2021 09:04 WIB

KLHK: Sinergi dan Perubahan Iklim Kunci Transisi Energi

KLHK gelar diskusi Sinergi Energi dan Perubahan Iklim demi tercapainya NDC

Deretan gedung bertingkat di Jakarta. Guna mencapai kemandirian dan kedaulatan energi nasional melalui pengetahuan dan pemahaman mengenai isu perubahan iklim dan energi baru terbarukan (EBT) dari sisi kebijakan, implementasi hingga bagaimana kaitannya dengan sosial budaya masyarakat, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) kembali menyelenggarakan Diskusi Pojok Iklim dengan mengangkat tema “Sinergi Energi dan Perubahan Iklim”, Rabu, (30/6).
Foto:

Kemudian, Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia, Surya Darma, menjelaskan bahwa dunia sedang masuk ke dalam era transisi energi terbarukan. Transisi energi 4.0 ditandai dengan maraknya penggunaan energi digital seperti smart grid dan transformasi energi terbarukan, kemudian transisi energi 5.0 akan didominasi penggunaan energi terbarukan, seperti solar PV dan juga mobil listrik. 

“Kita one step ahead 1 tahun lebih cepat untuk mencapai target energi terbarukan. METI sedang merancang strategi Indonesia Renewable Energy 50/50, yaitu pencapaian energi terbarukan sebesar 50 persen dan net zero emission di tahun 2050. Hal ini dirancang untuk menyambut G20 tahun 2022," ujar Surya. 

Selain itu, Direktur Eksekutif Inisiatif Bisnis Ekonomi Kerakyatan, Tri Mumpuni menyampaikan bahwa Indonesia harus menyediakan energi bersih yang dapat diakses oleh seluruh masyarakat. Jika pemerintah memberi ruang kepada rakyat dengan dukungan pendanaan yang benar dan kerangka kebijakan yang tepat, Indonesia dapat mengentaskan kemiskinan dan mempersempit ketimpangan ekonomi. 

“Banyak proyek energi yang terlampau besar lalu diserahkan ke rakyat dengan sistem top-down, namun akhirnya tidak bisa berkelanjutan. Teknologi terbaik adalah yang paling dekat dengan masyarakat, jadi energi terbarukan perlu dibangun dengan berbasis masyarakat,” ucap Tri. 

Lebih lanjut, Ketua Umum Masyarakat Energi Biomassa Indonesia, Djoko Winarno menyampaikan bahwa Indonesia memiliki potensi besar dalam hal biomassa dan dapat menjadi pilihan sebagai salah satu sumber energi terbarukan. 

Bila feedstock bersumber dari sampah, hal ini sekaligus mengurangi tumpukan sampah sehingga mengurangi gas metana penyebab emisi GRK. Bila sumber biomassa ditanam di lahan kritis seperti lahan bekas tambang, hal tersebut juga membantu mengurangi pemanasan global. 

“Biomassa juga menjadi satu-satunya sumber energi terbarukan yang dapat dibawa ke mana saja. Selain itu, biomassa lebih stabil dan dapat tersedia 24 jam,” ujar Djoko. 

Dalam diskusi pojok iklim kali ini, Penasihat Senior Menteri LHK, Soeryo Adiwibowo dalam sambutan penutupnya menyampaikan bahwa selain perlunya inklusifitas dalam mengembangkan energi terbarukan, diperlukan juga kebijakan dan tata kelola yang mampu mendorong sinergitas untuk pengembangan energi terbarukan dan pencapaian poin-poin Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Pasalnya, teknologi energi terbarukan pada dasarnya adalah pluralism in nature atau majemuk teknologi (surya, air, angin, co-firing biomassa, pasang-surut laut, co-firing, sampah, geothermal).

 

Diskusi yang dipandu oleh Tenaga Ahli Menteri LHK, Arief Yuwono ini dihadiri oleh lebih dari 300 peserta yang terdiri dari Kementerian/Lembaga, organisasi non-pemerintah, perguruan tinggi, sektor privat dan individu. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement