REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mengingat potensinya yang besar, mutu produk fashion Muslim penting diperhatikan. Sejumlah produk fashion Muslim di Tanah Air sudah memiliki Standar Nasional Indonesia (SNI).
Kemenperin mencatat, konsumsi fashion Muslim di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun, dengan pertumbuhan rata-rata 3,2 persen per tahun. Pada 2020, Indonesia berada di urutan kelima konsumen fashion Muslim dunia.
Guna mendukung proyeksi produk fashion halal tersebut, tidak kurang dari 800 peserta dari berbagai kalangan seperti industri tekstil dan produk tesktil (TPT), asosiasi, pemerintah daerah, akademisi, lembaga penguji, kementerian dan lembaga terkait, serta pusat kajian halal berkumpul bersama secara virtual dalam acara TEXTalk yang mengangkat tema 'Perspektif Halal dalam Tekstil dan Fashion'.
Acara itu diinisiasi oleh Balai Besar Tekstil (BBT), satuan kerja di bawah Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Kepala BSKJI Doddy Rahadi menyebutkan, kegiatan tersebut dilaksanakan seiring menyambut upaya pemulihan ekonomi nasional yang tengah menunjukkan perkembangan positif.
Misalnya, tercemin dari capaian Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia pada Mei 2021 yang berada pada nilai tertinggi sepanjang sejarah, yaitu pada angka 55,3. "BSKJI mendukung upaya peningkatan daya saing industri dalam negeri demi menghasilkan produk berkualitas dan berkesinambungan," kata Doddy di Jakarta, Selasa (22/6).
Jaminan kepastian mutu produk yang dihasilkan industri tersebut menjadi hal penting yang harus dipertahankan dan ditingkatkan. "Di sektor industri fashion Muslim, hingga saat ini, telah diterbitkan beberapa Standar Nasional Indonesia (SNI)," ungkap Doddy.
SNI tersebut untuk lini produk tekstil yang digunakan untuk beribadah. Yakni, mukena (SNI 8856:2020), kain ihram (SNI 8767:2019), karpet (SNI 7116:2019), kerudung (SNI 8098:2017), kaus kaki (SNI 7131:2017).
Indonesia telah memiliki Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia 2019-2024. Salah satu strateginya yakni menguatkan rantai nilai halal yang terdiri dari industri makanan dan minuman halal, industri pariwisata halal, industri fashion Muslim, industri media dan rekreasi halal, industri farmasi dan kosmetik halal, serta industri energi terbarukan.