REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menerbitkan aturan mengenai cara mengelola dan melaporkan hasil pengelolaan iuran bagi program tabungan hari tua (THT), jaminan kecelakaan kerja (JKK), dan jaminan kematian (JKM) bagi aparatur sipil negara (ASN) seperti pegawai negeri sipil (PNS), anggota TNI, dan kepolisian. Adapun aturan ini tertuang di dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 66/PMK.02/2021 tentang Tata Cara Pengelolaan Iuran dan Pelaporan Penyelenggaraan Program Tabungan Hari Tua, Jaminan Kecelakaan Kerja, dan Jaminan Kematian Bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara, Prajurit Tentara Nasional Indonesia, dan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Beleid diundangkan sejak 14 Juni 2021.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pengelolaan iuran harus dilakukan secara terpisah kepada masing-masing program. “Pengelolaan iuran harus dilakukan secara optimal dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai," tulis Pasal 3 beleid tersebut seperti dikutip Senin (21/6).
Kemudian tingkat solvabilitas yang berarti kemampuan perusahaan dalam menyelesaikan kewajiban atau klaim dengan menggunakan hasil kelola iuran, pemerintah mengatur tingkat ini paling sedikit harus dua persen dari jumlah kewajiban manfaat polis masa depan dan utang klaim dari program THT ditambah cadangan teknis program JKK dan JKM.
Lebih lanjut, iuran program perlu dikelola dengan menempatkannya ke instrumen investasi dan non-investasi. Adapun syaratnya, iuran tersebut harus dikuasai penuh oleh pengelola program, tidak dalam sengketa, dan tidak diblokir oleh pihak berwenang.
Selanjutnya penempatan investasi bagi iuran program THT, ada beberapa instrumen yang diperbolehkan antara lain surat berharga negara (SBN), deposito bank, saham yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI), obligasi dengan peringkat terendah BBB, serta obligasi yang dikeluarkan oleh BUMN, anak usaha BUMN, dan swasta. Lalu investasi juga boleh dimasukkan ke sukuk dengan peringkat terendah BBB, utang jangka pendek (medium term notes) yang diterbitkan BUMN, anak usaha BUMN, dan swasta, utang subordinasi dari BUMN, anak usaha BUMN, dan swasta, hingga reksa dana.
Selain itu, investasi juga bisa ditaruh pada efek beragun aset, unit penyertaan dana investasi real estate, dana investasi infrastruktur, penyertaan langsung, pinjaman dana yang diberikan kepada anak usaha, tanah, bangunan, dan/atau bangunan dengan hak strata.
Namun penempatan iuran program pada masing-masing instrumen investasi ada ketentuan porsinya. Hal yang sama kriteria lainnya yang ketentuan lengkapnya ada di dalam PMK tersebut.
Hal yang berbeda pengelolaan iuran program THT, iuran JKK dan JKM hanya boleh diinvestasikan pada SBN, deposito, saham, obligasi, sukuk, dan reksadana.
Sedangkan instrumen investasi yang dilarang untuk menempatkan dana kelola iuran, yaitu instrumen derivatif atau instrumen turunan surat berharga, instrumen perdagangan berjangka, instrumen di luar negeri, perusahaan yang sebagian atau seluruh sahamnya dimiliki direksi, komisaris, dan pejabat negara selaku pribadi, hingga pinjaman dana ke anak usaha dalam rangka penyehatan likuiditas.
Pemerintah memberi catatan terhadap penempatan iuran pada investasi bila sudah melebihi batasan dari masing-masing porsinya karena kenaikan atau penurunan nilai investasi. Pada saat hal ini terjadi, pengelola program wajib menyesuaikan kembali jumlah instrumen investasi tersebut sesuai dengan ketentuan batas penempatan dalam jangka waktu paling lama enam bulan sejak terjadinya kondisi tersebut.
Kondisi lain, misalnya terjadi penggabungan instrumen investasi, maka pengelola program wajib menyesuaikannya dalam jangka waktu paling lama satu tahun sejak kejadian.
Sedangkan penempatan iuran program dalam bentuk non-investasi, yang diperbolehkan, yaitu kas dan tabungan bank, piutang iuran program THT, JKK, dan JKM, piutang iuran atas kewajiban masa lalu, piutang investasi yang umurnya tidak lebih dari satu bulan, piutang hasil investasi yang umurnya tidak lebih dari enam bulan, piutang atas pinjaman polis, dan tanah, bangunan, serta bangunan dengan hak strata.
Selain wajib mengelola iuran program ke dalam instrumen investasi dan non-investasi, pemerintah juga mengharuskan pengelola program untuk memenuhi kewajibannya. Misalnya, memenuhi kewajiban manfaat polis masa depan dan estimasi kewajiban klaim, cadangan teknis, utang klaim, utang investasi, hingga kewajiban pajak.
Kemudian seluruh pengelolaan ini nantinya harus dilaporkan, baik dalam bentuk laporan keuangan non-konsolidasi dan laporan penyelenggaraan program untuk masing-masing programnya. Laporan harus diberikan sesuai standar akuntansi berlaku di Indonesia. Selanjutnya laporan disusun per kuartal dengan batas paling lama penyampaian satu bulan sejak kuartal berakhir. Laporan harus berisi soal posisi keuangan, perhitungan laba rugi, dan tingkat solvabilitas.
"Bukti pengumuman disampaikan ke Menteri Keuangan paling lambat dua minggu setelah dilakukannya pengumuman tersebut," tulis Pasal 26.
Jika berbagai ketentuan di dalam PMK ini dilarang, nantinya akan ada sanksi administratif berupa teguran tertulis paling banyak tiga kali dengan jangka waktu masing-masing satu bulan. Ketika sanksi sudah diberikan, maka Menteri Keuangan berhak meninjau kembali pemberian penugasan penyelenggaraan program THT, JKK, dan JKM bagi ASN ke pengelola program.