REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- United Nations Development Programme (UNDP) bersama dengan Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) memulai kemitraan untuk mendirikan Center of Excellence (CoE) Keuangan Islam, Senin (14/6). Ini menjadi yang pertama di Indonesia hasil bekerja sama dengan Islamic Development Bank (IsDB).
CoE tersebut bertujuan mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Kemitraan dibentuk melalui penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) dan merupakan bagian dari strategi inovasi UNDP untuk memanfaatkan dan memperluas sumber pembiayaan untuk percepatan SDGs di Indonesia.
Indonesia, seperti negara-negara lainnya di dunia, dihadapkan pada kekurangan pendanaan SDGs miliaran dolar setiap tahun. Center of Excellence, yang berlokasi di UIII, Depok, Jawa Barat, akan melakukan penelitian lanjutan dalam peningkatan dan pengembangan inisiatif, serta menjajaki peluang baru untuk penerapan praktis keuangan Islam untuk SDGs di berbagai bidang.
Kepala Perwakilan UNDP Indonesia, Norimasa Shimomura menyampaikan Pendirian Center of Excellence menandai tonggak sejarah dalam memelihara pembelajaran inovatif untuk menyatukan prinsip-prinsip keuangan Islam dengan pembangunan berkelanjutan. Ia harap bisa bermanfaat bagi kemajuan ekonomi syariah di Indonesia.
"Saya senang dapat mendukung inisiasi Center of Excellence ini, karena dapat membuka lebih banyak peluang dalam pembiayaan SDGs, yang bermanfaat bagi masyarakat di seluruh Indonesia," katanya dalam keterangan.
Berdasarkan MoU tersebut, Center of Excellence akan melakukan beberapa lingkup kegiatan. Seperti, mengembangkan inisiatif bersama untuk menyalurkan instrumen keuangan Islam dalam mendukung pencapaian SDGs. Kemudian, memberikan kontribusi wawasan keuangan Islam dengan berbagai program dan mekanisme penjangkauan.
Selain itu juga memberikan dukungan strategi komunikasi keuangan Islam pada SDGs dan inklusi keuangan. Tidak lupa mengadakan pelatihan, lokakarya, dan konferensi untuk meningkatkan kesadaran keuangan Islam dan SDGs.
Rektor UIII, Komaruddin Hidayat mengatakan literatur saat ini menunjukkan bahwa berdasarkan Al-Quran, nilai-nilai SDGs telah dimulai sejak empat belas abad yang lalu. Bahkan sebelum Elkington memperkenalkan konsep triple bottom line yakni profit, people, planet pada tahun 1997 yang kemudian digunakan sebagai referensi utama untuk model berkelanjutan dalam bisnis.
"Sekarang, saatnya kita menerapkan nilai-nilai tersebut dalam industri keuangan Islam untuk meningkatkan pembiayaan hijau, menjangkau layanan hingga ke pelosok desa, dan memperluas produk-produk keuangan Islam demi mengakomodasi kelompok masyarakat yang kurang mampu," katanya.
Indonesia telah memberikan contoh yang sangat baik dalam memanfaatkan keuangan Islam untuk SDGs. Pada tahun 2018, Indonesia menerbitkan sukuk hijau pertama di dunia, menghimpun lebih dari tiga miliar dolar AS.
UNDP telah bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia untuk memanfaatkan potensi instrumen-instrumen utama keuangan Islam. Seperti zakat, wakaf, sukuk, menggunakan mekanisme keuangan mikro, asuransi, atau financial technology (fintech).
Aset Keuangan Islam global sendiri telah mencapai 2,88 triliun dolar AS atau Rp 40.864 triliun pada tahun 2020 dan diperkirakan akan tumbuh hingga 3,69 triliun dolar AS pada tahun 2024. Hal tersebut sebagaimana diungkap laporan Pengembangan Keuangan Islam 2020 yang diterbitkan oleh Islamic Corporation for the Development of the Private Sector (ICD) and perusahaan fintech Refinitiv Global.
Kemitraan ini didasarkan pada portofolio keuangan Islam mulai dari penelitian dan pengembangan, pelatihan dan lokakarya, serta berbagai kegiatan dan paparan. Yang telah berhasil dilakukan oleh Innovative Financing Lab UNDP Indonesia dengan berbagai mitra sejak 2017.