REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah terus mengembangkan Kawasan Industri Halal (KIH). Saat ini terdapat beberapa kawasan yang sudah mendapat izin menjadi KIH seperti KIH Modern Cikande, Banten, dan KIH Sidoarjo, Jawa Timur.
"Kemarin dilakukan rapat dengan Wapres terkait KIH. Ada beberapa yang sudah diberikan izin dan ada kawasan yang dipersiapkan menjadi KIH seperti di Bintan, Kepulauan Riau, Batamindo. Lalu di Kalimantan Tengah kawasan Borneo, serta Kawasan Industri Pulo Gadung," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Halal Bihalal dengan media secara virtual, Rabu (19/5).
Ia menjelaskan, membangun kawasan industri terutama KIH harus memperhatikan pembangunan ekosistemnya. "Di antaranya sertifikasi kehalalan produk. Pengembangan kawasan ekonomi atau industri harus berbasis komoditas atau sektor. Antara lain makanan dan minuman, fashion, garmen, serta sektor penunjangnya, ini akan dilihat di kawasan tersebut, orientasinya tidak hanya di dalam negeri tapi juga ekspor," tutur dia.
Dalam membangun KIH, lanjutnya, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) perlu menyiapkan sistem lebih baik. Tujuannya agar semua feasibility atau kelayakannya bisa dilihat berdasarkan komoditas yang menjadi bahan baku.
"LPH (Lembaga Pemeriksa Halal) diberikan pelatihan oleh Kemenag agar kemampuan asesornya bisa didorong. Lalu MUI (Majelis Ulama Indonesia) sesuai amanat Undang-Undang (UU) Cipta Kerja, bisa selesaikan sidang fatwanya dalam waktu tiga hari setelah berkas lengkap," jelas Airlangga.
Sistem tersebut, sambungnya, menunggu Online Single Submission (OSS) diberlakukan. Rencananya OSS mulai berlaku pada 2 Juni mendatang.
Terkait Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Airlangga mengatakan, pemerintah akan melihat beberapa kawasan yang sudah ada. "Ini akan dievaluasi," ujarnya.
Beberapa kawasan ekonomi baru, kata dia, bisa tumbuh. Salah satunya di KEK Kendal, Jawa Tengah.
"Begitu juga dengan (kawasan) existing di Singosari, Kupang, Kendal, harus kita dorong. Ini karena kita melihat fasilitasnya belum maksimal," tutur Airlangga.
Ia menyebutkan, belum maksimalnya fasilitas disebabkan keterbatasan infrastruktur. Salah satunya, akses infrastruktur gas bagi industri.