REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan peringatan kepada investor terkait dengan maraknya investasi aset kripto (cryptocurrency). Adapun peringatan ini disampaikan OJK melalui akun sosial media Instagram yang dipublikasikan hari ini, Selasa (11/5).
Dalam postingan tersebut, OJK memberikan penjelasan terkait keberadaan kripto sebagai alat pembayaran. "Bagi yang belum tahu, aset kripto merupakan jenis komoditi, bukan sebagai alat pembayaran yang sah. OJK telah berkoordinasi dengan Bank Indonesia sebagai otoritas pembayaran dan menyatakan bahwa mata uang kripto bukan merupakan alat pembayaran yang sah di Indonesia," tulis akun Instagram OJK.
OJK menjelaskan aset kripto termasuk komoditas yang memiliki fluktuasi nilai yang sewaktu-waktu dapat naik dan turun, sehingga masyarakat harus paham dari awal potensi dan risikonya sebelum melakukan transaksi aset kripto.
"OJK tidak melakukan pengawasan dan pengaturan atas aset kripto ya, melainkan oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan @bappebti @kemendag," tulisnya.
Merujuk kepada peraturan Bappebti No 5/2019, crypto asset yang selanjutnya disebut aset kripto adalah komoditi tidak berwujud yang berbentuk digital aset, menggunakan kriptografi, jaringan peer-to-peer dan buku besar yang terdistribusi, untuk mengatur penciptaan unit baru, memverifikasi transaksi, dan mengamankan transaksi tanpa campur tangan pihak lain.