REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) optimistis, penjualan makanan pada tahun ini mulai mengalami pemulihan. Hal itu berdasarkan tren kenaikan penjualan yang mulai terjadi sejak Januari 2021 serta didorong momen Ramadhan dan Idul Fitri.
Ketua Umum Gapmmi Adhi Lukman mengatakan, kontribusi pangan olahan terhadap total pangan di Indonesia saat mencapai level 34 persen. Itu diklaim meningkat dari tahun-tahun sebelumnya. Adapun 66 persen masih diisi makanan segar dan rumah tangga.
"Kalau kita melihat konstelasi di industri mamin, ada peningkatan permintaan dan kita rasakan pada momen Ramadhan dan lebaran tahun ini lebih baik dari tahun lalu," kata Adhi dalam Forum Merdeka Barat, Senin (12/4).
Ia mengatakan, angka Purchasing Manager's Index (PMI) nasional juga menunjukkan level 53,2 poin yang mencerminkan adanya ekspansi sektor industri dalam negeri.
"Tahun lalu angka terendah 28 poin itu jelek sekali. Dengan optimisme menjelang puasa dan lebaran ini harusnya menjadi momentum pemulihan ekonomi kita," ujar Adhi menambahkan.
Menurutnya, momen Ramadhan dan lebaran kali ini diyakini mampu meningkatkan penjualan hingga 30 persen. Adapun tigkat pertumbuhan pada kuartal kedua yang bertepatan momen tersebut biasanya bisa dicapai 7-9 persen. Tahun lalu, pada kuartal II, industri mamin hanya mampu tumbuh 0,22 persen akibat dihantam pandemi Covid-19.
Hanya saja, ia mengakui kebijakan larangan mudik tahun ini yang diputuskan pemerintah bisa menjadi penghambat bagi industri makanan minuman untuk menuju pemulihan. Sebab, kesempatan dalam memanfaatkan momen Ramadhan dan lebaran menjadi terganjal akibat mobilitas yang terbatas.
Gapmmi pun berharap pemerintah berkenan untuk meninjau kembali kebijakan tersebut karena berpotensi menimbulkan gejolak ekonomi. Terutama bagi industri ritel yang menjadi pasar bagi industri makanan minuman.
"Tahun lalu boleh dibilang tidak ada kenaikan. Bahkan turun. Kalau itu terjadi dua tahun berturut-turut, itu cukup berat," ujarnya.
Namun, kata Adhi, dampak terbesar akan dihadapi oleh industri mamin skala kecil karena tak punya banyak dana cadangan. Semenara industri menengah dan besar masih memiliki dana untuk kegiatan promosi maupun memberikan potongan harga demi menjaga daya beli masyarakat.