REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat Asosiasi Petani Tembakau Indonesia Wening Swasono mengatakan, selama ini belum ada roadmap yang mengatur industri hasil tembakau (IHT). Hal itu, disebabkan, masing-masing instansi pemerintah yang masih berjalan sendiri-sendiri.
Karenanya, dia berpendapat agar roadmap bisa segera disediakan pemerintah. Khususnya, menyoal masalah besaran tarif cukai lima tahun ke depan. Tak hanya itu, volume rokok yang diproduksi pabrik, ketenagakerjaan atau buruh, serta intensif untuk ekspor produk hasil tembakau juga harus ditegaskan. “Kemudian dari sisi perindustrian yang kaitannya dengan produktivitas pabrikan, kemudian di kementerian tenaga kerja terkait masalah upah buruh dan kesejahteraan buruh,” papar Wening Swasono dalam pernyataanya, Kamis (8/4)
Serupa dengannya, Peneliti Pusat Pengkajian Kebijakan Ekonomi (PPKE) Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya, Imanina Eka Dalilah mengatakan, pemerintah sebaiknya bersikap adil dalam memperlakukan IHT. Dia menegaskan, alasan pemerintah menaikan harga jual eceran (HJE) dan cukai rokok hanya karena desakan pihak tertentu.
“Industri hasil tembakau perlu peta jalan untuk menjamin kepastian dan keberlangsungan Industri itu sendiri. Namun yang perlu diperhatikan adalah dalam proses pembuatan roadmap tersebut harus melibatkan stakeholder terkait,” tegas Imanina Eka Dalilah.
Menurut Imanina, roadmap yang dibentuk nanti bisa semacam buku acuan atau guideline, yang dapat digunakan sebagai pedoman bersama dalam merumuskan kebijakan IHT. Baik dari segi jumlah produksi rokok, besaran cukai setiap tahunnya, dan lain sebagainya.
Imanina berpendapat, yang pantas memimpin pembuatan road map untuk IHT adalah Menteri Koordinator bidang perekonomian. Pihak Menko Perekonomian, kata dia, perlu melibatkan pelaku industri hasil tembakau seperti asosiasi petani tembakau atau, pengurus gabungan pabrik rokok (Gapero atau Gappri)
“Kementerian Perekonomian sebagai koordinator dapat memimpin dalam pembuatan roadmap ini dengan melibatkan kementerian lain yang terkait, termasuk kementerian kesehatan, serta pihak-pihak terkait lainnya,” Papar Imanina.
Menyinggung besaran tarif cukai rokok yang dirasa memberatkan pelaku IHT di dua tahun berturut turut, menurut Imanina, karena di situasi pandemi Covid-19 ini penerimaan negara mengalami penurunan. Sehingga, diharapkan cukai hasil tembakau (CHT) dapat membantu penerimaan negara ke depannya.
“Semoga ke depan cukai rokok bisa kembali disesuaikan dengan kemampuan IHT, ketika kondisi ekonomi nasional telah kembali normal,” harap Imanina Eka Dalilah.