Selasa 30 Mar 2021 20:03 WIB

Pandemi tak Halangi Pertumbuhan Kinerja Petrokimia

Dampak pandemi terhadap industri petrokimia, hanya terjadi pada tiga bulan pertama.

Teller menghitung uang rupiah, ilustrasi.
Foto: Republika/Prayogi
Teller menghitung uang rupiah, ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri petrokimia nasional tetap tumbuh positif di tengah pandemi Covid-19, bahkan tingkat utilisasi industri mencapai 95 persen. Hal ini terjadi karena industri petrokimia nasional selama pandemi, termasuk produk petrokimia dari PT Tuban Petrochemical Industries (TubanPetro Group) mampu mensubstitusi produk impor. Fajar Budiono, Sekjen Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (INAPLAS), mengatakan, 55 persen bahan baku produk petrokimia masih impor.

Fajar menjelaskan, dampak pandemi terhadap industri petrokimia, hanya terjadi pada tiga bulan pertama, setelah itu industri mampu recovery. Bahkan, kontrak-kontrak ekspor yang terkendala akibat pandemi, dimana di banyak negara terjadi lock down, dialihkan untuk memenuhi lonjakan permintaan di dalam negeri, terutama bahan baku untuk menunjang berbagai produk alat kesehatan, hingga produk kemasan.

Belum lagi, pada akhir tahun lalu terjadi kelangkaan kontainer, alhasil industri petrokimia di dalam negeri menjadi primadona. “Seiring demand tinggi, supply bagus, kemudian impor berkurang membuat delta P (selisih harga produk dengan harga bahan baku) semakin bagus," kata Fajar saat dihubungi, Kamis (18/3).

Ia berkata, di awal tahun ini, biasanya ada siklus turun jelang imlek, ini turun hanya seminggu lalu naik kembali. "Delta P makin lebar, bukti demand dalam negeri meningkat, dan menunjukkan pemulihan,“ ujar Fajar.

Sejumlah proyek besar industri petrokimia yang tadinya diproyeksikan akan mengalami penundaan dalam jangka panjang, hanya  mundur satu dua tahun. Seperti pengembangan Chandra Asri 2 yang rencana operasi di 2024 hanya mundur ke 2026. Kemudian untuk Lotte yang tadinya pabrik nafta cracker dipending, di awal tahun ini dipastikan akan jalan lagi, dan mulai operasi 2026.

“TubanPetro juga sudah mendapatkan kepastian untuk pengembangan TPPI dan Polytama, dimana target beroperasi di 2024, ini harus dikawal, jangan mundur lagi. Apalagi pabrikan lain baru beroperasi di 2026. Karena itu perlu sekali kepastian, dukungan, di top manajemen agar bisa running penuh di 2024. Kendala hal hal sifatnya non teknis administrasi diharapkan bisa dirampungkan,” tegas Fajar.

Diharapkan, pada triwulan pertama tahun ini sudah dimulai tahap-tahap awal pelaksanaan proyek. Jika mundur lagi di pertengahan tahun, lalu groundbreaking baru awal 2022, antrean untuk Engineering-Procurement-Construction (EPC) akan makin lama. Dari biasanya 36 bulan bisa menjadi 48 bulan. Karena itu, semua pihak perlu mengawal, agar berbagai pengembangan di TubanPetro Group bisa berjalan sesuai jadwal.

Fajar mengingatkan, saat ini negara lain juga meningkatkan kapasitas produksi seperti China maupun Amerika. Adapun Malaysia, melalui Petronas saat ini masih terkendala. Karena itu, perlu memanfaatkan peluang pasar di dalam negeri yang terus tumbuh bagus agar jangan sampai diambil oleh pemain luar negeri.

“Kuncinya sekarang siapa duluan membangun pabrik, duluan jadi, itu akan mampu mengambil peluang lebih banyak, dari pasar besar di Indonesia,” ujar Fajar.

Apalagi, Presiden sudah mewanti-wanti untuk benar benar memilih produk dalam negeri, ‘tidak memprioritaskan’ produk impor sehingga memberikan gaung bagi industri dalam negeri bisa bergerak lebih cepat agar impor produk bahan baku petrokimia bisa dikurangi. Saat ini, asosiasi juga sudah siapkan non tarif barrier untuk antisipasi, kemudian memagari dengan kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Misal untuk pengadaan barang jasa yang dibiayai APBN, kandungan TKDN harus tinggi.

Masalah TKDN juga menjadi perhatian TubanPetro. Saat ini TKDN Polytama misalnya, sudah 80 persen lebih sehingga jadi prioritas di Kementerian Lembaga. Sehingga bisa memasok bahan baku untuk memproduksi karung di industri semen, pupuk, dll.  Kemudian produk-produk TubanPetro Group bisa digunakan di infrastruktur terutama pipa, alat medis, produk higienis, injeksi, hingga kebutuhan alat infus.  

“Jadi, market masih menjanjikan selama perusahan industri mampu melakukan penetrasi dan membuat market mana yang menjadi fokus,” tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement