REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menyebut pandemi Covid-19 bukanlah satu-satunya tantangan yang mengancam pemulihan ekonomi Indonesia. Pada level global, dampak perubahan iklim juga akan mengancam perekonomian dan kehidupan masyarakat dunia, termasuk Indonesia.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan perubahan iklim yang terjadi akan menyebabkan fenomena kenaikan permukaan air laut dan kemudian menimbulkan perubahan musim atau iklim yang semakin sulit ditebak.
“Frekuensi bencana seperti hidrometeorologi akan menyebabkan potensi bencana seperti banjir dan tanah longsor. Indonesia harus mampu melihat ancaman perubahan iklim dan dampaknya ke masyarakat melalui program mitigasi dan adaptasi,” ujarnya saat acara Pendanaan Publik Perubahan Iklim di Tingkat Nasional dan Daerah untuk Pencapaian NDC secara virtual, Selasa (30/3).
Menurutnya jika semua negara konsisten melakukan komitmen nasional masing-masing negara untuk mengurangi emisi global sesuai dengan Paris Agreement, dunia masih akan menghadapi situasi yang tidak mudah karena kenaikan suhu udara masih akan sangat signifikan mencapai 3,2 derajat celcius.
“Kenaikan suhu udara hingga 3,2 derajat celcius ini jauh melebihi tingkat threshold sebesar 1,1 persen, yang mana tingkat ini sudah merupakan tingkat yang mengancam dunia, karena itu kita perlu terus menjaga agar Indonesia dengan geografi besar, populasi yang besar, dan ekonomi besar ikut mencegah pemburukan iklim, karena dampaknya akan luar biasa ke perekonomian dan masyarakat kita,” ungkapnya.
Sri Mulyani menyebut untuk mengatasi dampak dari pandemi Covid-19, pemerintah telah menggulirkan program pemulihan ekonomi nasional dengan anggaran sebesar Rp 579,7 triliun pada 2020 dan meningkat 21 persen menjadi Rp 699,43 triliun pada tahun ini.
“Seluruh dunia mengalami kontraksi ekonomi, Indonesia juga mengalaminya, meski kontraksi kita sebesar minus 2,1 persen adalah relatif jauh lebih kecil dari negara lain,” ucapnya.