REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputy Country Director Asian Development Bank (ADB) untuk Indonesia Said Zaidansyah mengatakan pertumbuhan ekonomi harus beralih ke sistem ekonomi hijau atau ramah lingkungan. Hal ini untuk mencegah perubahan iklim yang lebih luas dan berdampak pada kehidupan manusia di bumi.
Said dalam webinar mengenai ekonomi hijau yang dipantau di Jakarta, Kamis (18/3), menjelaskan dampak dari perubahan iklim sudah semakin nyata dan berpengaruh pada ekonomi dan berkaitan erat dengan kelangsunganhidup manusia.
"Saat ini telah terjadi perubahan iklim dan bencana. Pada periode 1990-2019 di Asia Pasifik sebanyak 2,5 miliar orang terdampak, dan satu juta korban meninggal akibat bencana karena perubahan iklim, 1.470 triliun dolar AS hilang akibat kerugian fisik. Kerugian terjadi akibat perubahan iklim sangat besar terjadi di berbagai belahan bumi, Indonesia tidak terlepas dari bencana tersebut," kata Said.
Dalam konteks Indonesia, Said menerangkan Indonesia sendiri menjadi negara ke-4 terbesar penyumbang emisi gas karbon efek rumah kaca di dunia dan menjadi negara yang berisiko paling terdampak terhadap perubahan iklim tersebut. "Ini menjadi ancaman dalam pencapaian pembangunan dan prospek masa depan," kata Said.
Dia menerangkan risiko ancaman tersebut menjadi lebih besar lantaran Indonesia memiliki geografis kepulauan dan daerah yang rentan terjadi bencana alam. Dia menyebut beberapa kota besar di Indonesia terancam dari naiknya permukaan air laut, deforestasi, serta degradasi lingkungan yang terus berlangsung.
Untuk menghadapi ancaman dari dampak perubahan iklim tersebut, Said menyebut setiap negara harus beralih ke sistem ekonomi hijau atau pemulihan hijau. Secara umum, jelasnya, ekonomi hijau sebagai sistem pertumbuhan ekonomi yang ramah lingkugnan dengan mengurangi risiko lingkungan, kelangkaan ekologis, rendah karbon, pembangunan berkesinambungan, dan inklusif.
Beberapa elemen kunci yang harus dilakukan oleh tiap negara adalah berupaya dalam preservasi dan konservasi sumber daya alam, minimalkan sampah dengan pengolahan limbah dan daur ulang, efisiensi energi baru terbarukan, merancang dan menciptakan kota layak huni, serta penciptaan lapangan kerja yang ramah lingkungan.
Di Indonesia, ADB telah berkontribusi dalam upaya pengurangan emisi gas rumah kaca melalui aksi penanganan polusi plastik yang bertujuan mengurangi sampah plastik di laut dan mengembalikan kesehatan sungai dan laut. ADB bersama Direktorat Pusat Pembinaan Perubahan Iklim dan Multilateral Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melakukan pengembangan peta jalan pembiayaan program ekonomi hijau, mekanisme pembangunan inovatif dan identifikasi proyek untuk mencapai target pengurangan sampah plastik Indonesia 70 persen pada 2025 dan bertransisi ke ekonomi sirkular.