REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat saat ini mengawasi sebanyak 107 Bank Umum dan 1.506 Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Adapun jumlah Bank Umum yang lebih sedikit memudahkan regulator melakukan pengawasan, sehingga semua aktivitas BPR bisa dihubungkan dengan regulator yang berada di Jakarta.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan OJK berupaya memonitor aktivitas BPR lebih dekat. Namun banyak BPR di daerah yang tidak termonitor secara day to day.
“Hal ini lantaran laporannya yang belum digital, kapasitas BPR yang terlalu kecil, hingga pengurusnya yang tidak begitu paham soal digital,” ujarnya saat Webinar Otoritas Jasa Keuangan dan Keamanan Dana Masyarakat dalam Pengelolaan oleh Lembaga Jasa Keuangan, seperti dikutip Selasa (16/3).
"Banyak sekali di daerah, BPR jangkauannya kita agak sulit memonitor day to day, sehingga ketika bermasalah ada fraud, kita tutup dan dana nasabah diganti sebagaimana melalui LPS," ucapnya.
Diketahui, pengawasan berbasis digital OJK merupakan satu dari enam fokus OJK dalam akselerasi transformasi digital sektor jasa keuangan. Adapun fokus tersebut yakni mengakselerasi penerapan pengawasan berbasis IT (Suptech) OJK dan pemanfaatan Regtech oleh Lembaga Jasa Keuangan.
Suptech mendorong kinerja otoritas ke arah data driven dengan tetap memperhatikan tingkat kompleksitas, ukuran, dan kesiapan serta perkembangan industri jasa keuangan yang diawasi.
Ke depan OJK berupaya mengembangkan penerapan suptech dengan menggunakan teknologi terkini secara bertahap baik untuk perizinan, pelaporan, maupun pengawasan antara lain dengan mendorong interoperabilitas regtech dan suptech, pengembangan infrastruktur data maupun jaringan. Selain itu OJK juga akan mendorong SDM pengawasan yang unggul era digital.