REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan pentingnya inovasi dan digitalisasi dalam menghadapi perubahan zaman yang terjadi saat ini. Erick membeberkan data menarik mengenai tingkat kewirausahaan Indonesia yang hanya sebesar 3,47 persen dari total penduduk atau tertinggal dibanding Singapura dengan 8,76 persen, Malaysia dengan 4,47 persen, dan Thailand dengan 4,26 persen.
Presiden Jokowi, kata Erick, menjadikan pandemi sebagai kesempatan untuk mencari peluang dalam mendorong ekonomi Indonesia ke depan.
"Kita introspeksi diri, ini bukan eranya kita hanya mengandalkan keberpihakan, tetapi keberpihakan tidak akan nyata tanpa ada fondasi kapabilitas, track record, dan expertise karena persaingan ini sekarang era keterbukaan sangat transparan," ujar Erick saat rapat kerja nasional Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) di Jakarta, Jumat (5/3).
Erick mendorong pengusaha muda di Hipmi untuk melakukan inovasi dan bergerak ke arah digitalisasi agar tidak tergerus perkembangan zaman. Erick mengaku sejak lama menantang para pengusaha Hipmi melakukan pembangunan ekspertise.
"Selama ini kita hanya asik sibuk berpolitik dan kadang-kadang tadi selalu meminta keberpihakan, tapi banyak pengusaha yang tumbuh sekarang itu bukan karena itu (keberpihakan), tetapi bagaimana mereka bisa melihat peluang dan punya kapabilitas supaya mereka bisa mendapat kesempatan itu," kata Erick.
Erick mengatakan, generasi muda memiliki kecenderungan yang berbeda dalam menatap sebuah usaha. Hal ini, Erick katakan, terlihat dari posisi Indonesia yang berada di peringkat kelima sebagai negara dengan jumlah startup terbanyak di dunia sebanyak 2.219 startup dalam startupranking.com.
"Kita ini sekarang lima besar jumlah startup terbanyak di dunia, ada Amerika, India, Inggris, Kanada, dan kita. Berarti ada perubahan standardisasi yang terjadi di kalangan pengusaha muda bahwa ini kita mampu bersaing," ungkap Erick.
Selain Indonesia, ada Amerika Serikat dengan 66.806 startup, India sebanyak 9.349 startup, Inggris Raya sebanyak 5.548 startup, dan Kanada dengan 2.850 startup.
Oleh karena itu, Erick mendorong Hipmi memetakan dan mendata ulang proyeksi bisnis atau pekerjaan yang akan hilang ke depan. Dengan keberpihakan pemerintah kepada Hipmi, Erick menilai, Hipmi seharusnya justru menjadi yang terdepan ketika terjadi adaptasi perubahan tersebut.
"Contoh kita bicara baterai listrik, itu nanti kalau jadi, mobil listrik 80 persen mobilnya charge di rumah, berarti bisnis pom bensin akan tenggelam. Ini bukan nakut-nakuti karena perubahan terjadi dengan banyaknya digitalisasi," ucap Erick.
Erick juga mencontohkan munculnya teknologi finansial, seperti yang Bank Jago, ataupun bank digital lainnya. Menurut Erick, kehadiran layanan keuangan digital akan mendorong pembiayaan semakin murah, tetapi konsekuensinya banyak cabang-cabang bank akan tutup.
"Hubungannya kalau yang bisnis properti, yang tadinya punya gedung disewa bank, bisa-bisa nanti 10 tahun ke depan nggak disewa lagi sama banknya karena sudah tidak perlu outlet, tidak perlu cabang," kata Erick.