REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) berencana membuat rupiah digital atau central bank digital currency (CBDC). Hal ini bertujuan untuk membesarkan ekosistem digitalisasi di Indonesia.
Menurut CEO Indodax Oscar Darmawan rencana tersebut bisa menjadi langkah untuk meningkatkan dan membesarkan sistem keuangan digital.
“Jika nantinya BI membuat mata uang digital justru malah baik karena bisa ikut membesarkan ekosistem digital. Prinsipnya, digitalisasi hadir sebagai solusi atas permasalahan yang selama ini terjadi. Hal ini, digitalisasi akan dapat menyempurnakan ekosistem finansial,” ujarnya kepada wartawan, Jumat (26/2).
Menurutnya, pemerintah mengembangkan sistem keuangan digital yang dapat dijangkau dengan mudah dan oleh siapa saja merupakan langkah yang baik. Hal ini tentu sejalan prinsip efisiensi, transparan, dan keamanan transaksi.
Oscar meyakini CBDC hadir untuk meningkatkan literasi keuangan digital. "Jadi, kita tidak ketinggalan dengan negara lain bidang mata uang digital,” katanya.
Dalam penerapannya, lanjut Oscar, pemerintah Indonesia juga bisa mrmpertimbangkan mengadopsi sistem blockchain. Menurutnya, sistem blockchain diyakini dapat menjadi solusi yang lebih efisien, lebih transparan dan lebih aman, sebagaimana keunggulan yang dihadirkan sistem itu.
Sebelumnya Bank Indonesia menyatakan central bank digital currency diciptakan juga dan menyatakan Bitcoin dan kripto bukan sebagai alat pembayaran di Indonesia. Bank Indonesia hanya menggunakan rupiah sebagai alat pembayaran.
Menanggapi hal ini, Oscar turut menyetujui hal tersebut. Dia menjelaskan bitcoin dan kripto lain sebagai komoditas bagi masyarakat Indonesia. Artinya bitcoin dan aset kripto bisa dimiliki, disimpan kemudian dijual saat harga sudah tinggi, atau layaknya sebuah aset investasi.
“Bitcoin bukan alat pembayaran di Indonesia. Kita setuju dengan hal itu. Tetapi, bitcoin dan kripto kita hadirkan sebagai aset atau komoditas untuk investasi atau trading, dan adanya rupiah digital ini justru akan mempermudah para trader kripto untuk bertransaksi karena sama-sama digital” tegas Oscar.
Menurutnya Bitcoin dan aset kripto serta pengembangnya sudah mendapatkan legalitas dari pemerintah Indonesia. Hal itu diatur oleh Kementerian Perdagangan beserta BAPPEBTI, sehingga memiliki Bitcoin dan kripto bukanlah hal yang melanggar hukum.
Dia menyebut, bitcoin dan aset kripto tentu berbeda dengan fungsi mata uang digital yang akan dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Adapun secara fundamental dan utilitas atau kegunaan, digital currency akan dikeluarkan nanti juga berbeda dengan kripto.
“Aset kripto memiliki sifat yang cenderung spekulatif. Meski dipandang sebagai aset yang memiliki risiko tinggi, Bitcoin dan kripto lain juga memiliki potensi memberikan keuntungan dalam trading karena pergerakan harganya yang berdasarkan demand-supply saja. Sifat-sifat seperti ini yang menjadi pembeda digital currency dan Bitcoin, ada perbedaan fungsi utility,” katanya.