Jumat 26 Feb 2021 10:20 WIB

Lonjakan Imbal Hasil Obligasi Seret IHSG ke Zona Merah

Pelemahan IHSG ini sejalan dengan pergerakan indeks saham Asia yang dibuka turun.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Nidia Zuraya
Karyawan melintas di depan layar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), di Bursa Efek Indonesia, Jakarta. ilustrasi
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Karyawan melintas di depan layar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), di Bursa Efek Indonesia, Jakarta. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka di zona negatif pada perdagangan hari ini, Jumat (26/2). IHSG melemah ke posisi 6.246,31 dibandingkan penutupan perdagangan hari sebelumnya, 6.289,64. 

Pelemahan IHSG ini sejalan dengan pergerakan indeks saham Asia yang dibuka turun tajam mengikuti pergerakan indeks saham utama di Wall Street. Indeks saham di Jepang, Australia dan Korea Selatan langsung anjlok lebih dari 2 persen pada pembukaan sesi perdagangan.

Baca Juga

Phillip Sekuritas Indonesia memperkirakan IHSG akan bergerak melemah hari ini. Pasar saham melemah karena Yield surat utang Pemerintah AS bertenor 10 tahun sempat lompat menjadi 1,6 persen sebelum akhirnya turun menjadi 1,48 persen.

"Lonjakan pada imbal hasil (yield) surat utang Pemerintah AS (U.S. Treasury) mendorong investor menjauhi aset berisiko tinggi ditengah semakin tingginya tekanan inflasi dan biaya pinjaman yang harus di tanggung oleh korporasi," tulis Phillip Sekuritas Indonesia dalam risetnya, Jumat (26/2). 

Gejolak yang terjadi di pasar obligasi global juga menular ke Asia pagi ini dengan yield dari surat utang Pemerintah Australia yang bertenor 3 tahun mencapai 0,15 persen, tertinggi sejak Oktober dan jauh di atas target bank sentral Australia (RBA) yang berada di 0,1 persen. 

Di Jepang, yield surat utang Pemerintah yang bertenor 10 tahun naik menjadi 0,17 persen atau semakin mendekati batas atas dari kisaran yang di inginkan oleh bank sentral (BOJ), yakni 20 bps di atas atau di bawah 0 persen. Bank sentral Korea (BOK) telah mengeluarkan peringatan akan melakukan intervensi di pasar jika biaya pinjaman terus melonjak tajam. 

Dari sisi makroeknomi, menurut riset, investor optimistis mengenai kondisi ekonomi AS. Data permintaan atas barang yang dapat bertahan lama (Durable Goods Order) naik 3,4 persen (M/M) di bulan Januari, melebihi ekspektasi dan didorong oleh pulihnya permintaan untuk pesawat terbang. 

Di pasar tenaga kerja, jumlah orang yang untuk pertama kali mencairkan tunjangan pengangguran (Initial Jobless Claims) mencapai 730 ribu orang minggu lalu, lebih rendah dari 825 ribu pada minggu sebelumnya. Jumlah orang yang sudah mencairkan tunjangan pengangguran paling tidak selama 2 minggu beruntun (Continuing Claims) turun menjadi 4,42 juta dolar AS dari 4,52 juta dolar AS. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement