REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komoditas rumput laut kini menjadi salah satu primadona di Batam, Kepulauan Riau. Permintaan rumput laut dari Batam tergolong tinggi untuk pasar ekspor selama 2020.
"Rumput laut kini menjadi komoditas yang menghasilkan di Batam sebagai daerah pulau," ujar Kepala Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (SKIPM) Batam, Kepulauan Riau, Anak Agung Gde Eka Susila melalui siaran pers Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di Jakarta, Rabu (17/2).
Agung memaparkan, merujuk data lalu lintas ekspor 2020, sebanyak 920,9 ton rumput laut jenis sargassum kering telah diekspor ke China. Nilai ekspor komoditas tersebut mencapai 179 ribu dolar AS yang terbagi dalam 17 kali pengiriman.
Kemudian frekuensi ekspor jenis spinosum mencapai lima kali untuk pasar Vietnam. Jumlah yang diekspor sebanyak 129 ton dengan nilai sebesar 92 ribu dolar AS. Kemudian jenis sargassum cutting yang sudah lima kali kirim ke Jepang sebanyak 100,02 ton dengan nilai 21 ribu dolar AS.
Dalam kurun waktu setahun, Agung memastikan tidak ada penolakan dari pengiriman rumput laut ke negara tujuan ekspor. Total, selama 2020, SKIPM Batam melakukan 27 kali pengiriman dengan volume sebanyak 1.149,92 ton.
"Nilai ekspor rumput laut dari Batam selama 2020 mencapai 294,202 dolar AS," ucap Agung.
Agung berharap, tahun ini ekspor rumput laut dari Batam semakin meningkat. Terlebih komoditas ini sudah banyak membantu masyarakat nelayan yang selama ini hanya menggantungkan hidupnya mencari ikan.
Bahkan, saat ini, terdapat sekitar 150 Kepala Keluarga nelayan yang bisa menghasilkan rata-rata Rp 180 ribu sampai Rp 200 ribu per hari atau sekitar Rp 6 juta per bulan dari hasil mengumpulkan rumput laut.
"Tentu kita berharap tahun ini bisa meningkat, dan kami dari karantina, siap memberikan kemudahan pelayanan," kata Agung menambahkan.