REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Parlemen Australia akan membahas cara untuk membuat Google dan Facebook membayar konten berita yang ditautkan di platform keduanya. Pembahasan tersebut akan dilakukan setelah komite senat merekomendasikan tidak ada perubahan draf Undang-undang pertama di dunia itu.
Komite Legislasi Ekonomi Senat sebelumnya sudah meneliti rancangan undang-undang tersebut sejak diperkenalkan di parlemen pada Desember 2020. Para senator akan memaksa Google dan Facebook untuk menegosiasikan pembayaran kepada media berita Australia untuk konten berita yang ditautkan ke platform tersebut.
Bendahara Josh Frydenberg mengatakan departemennya akan meninjau undang-undang tersebut setahun setelah diberlakukan. Hal tersebut untuk memastikan Undang-undang tersebut memberikan hasil yang konsisten dengan maksud kebijakan pemerintah.
“Pemerintah mengharapkan semua pihak untuk terus bekerja secara konstruktif untuk mencapai kesepakatan komersial dalam semangat kerjasama dan itikad baik yang didorong oleh kode etik tersebut,” kata Frydenberg dikutip dari AP News, Jumat (12/2).
Sementara itu, saat ini, Google terus mengharapkan adanya amandemen rancangan Undang-undang tersebut. “Kami berharap dapat terlibat dengan pembuat kebijakan melalui proses parlementer untuk mengatasi kekhawatiran kami dan mencapai kode etik yang sesuai untuk penerbit, platform digital, serta bisnis, dan pengguna di Australia,” kata Direktur Google Lucinda Longcroft.
Tidak setuju dengan Undang-undang tersebut, Google bahkan sudah memberikan konfirmasi kepada komite pada bulan lalu. Google menyatakan platform nya akan membuat mesin pencari tidak tersedia di Australia.
Di sisi lain, Facebook juga mengancam akan mencegah penggunanya membagikan berita Australia. Dalam pernyataanya, Facebook berharap Australia akan membuat Undang-undang dengan solusi yang bisa diterapkan dan melindungi keberlanjutan jangka panjang industri berita.