Rabu 10 Feb 2021 15:00 WIB

Menteri BUMN Dukung Pembatalan Kontrak Bombardier CRJ 1000

Penggunaan Bombardier CRJ 1000 menciptakan kerugian besar untuk Garuda Indonesia.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Nidia Zuraya
Menteri BUMN Erick Thohir, Dirut Garuda Indonesia Irfan Setiaputra, dan Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga saat jumpa pers penyelesaian kontrak sewa pesawat Bombardier CRJ 1000 di Jakarta, Rabu (10/2).
Foto:

Selain itu, lanjut Erick, Kementerian BUMN juga mempertimbangkan tata kelola perusahaan yang baik, transparan, akuntabilitas, dan profesional, yang mana melihat keputusan KPK dan Serious Fraud Office (SFO) Inggris terhadap indikasi pidana suap dari pihak pabrikan kepada oknum pimpinan Garuda saat proses pengadaan pesawat CRJ 1000 pada 2011 lalu.

Dirut Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan keputusan tersebut merupakan upaya terbaik dan bentuk komitmen tegas Garuda Indonesia guna menghindari potensi kerugian yang lebih besar dalam jangka panjang bagi perusahaan. 

Menurut Irfan, langkah manajemen menyetop operasi pesawat Bombardier CRJ 1000 juga merupakan upaya memperbaiki struktur biaya perusahaan yang terdampak signifikan atas beban sewa pesawat Bombardier CRJ 1000 dengan menjunjung tinggi asas kehati-hatian atas implementasinya.

Kata Irfan, Garuda Indonesia telah mengirimkan surat pemberitahuan kepada pihak lessor NAC pada Januari 2021 terkait dengan keputusan final Garuda Indonesia untuk melakukan setop operasi atas 12 armada Bombardier CRJ 1000 yang dioperasikan Garuda. 

"Keputusan tersebut dipandang perlu untuk diambil secara sepihak dengan mempertimbangkan selama 8 tahun beroperasi, keberadaan armada Bombardier CRJ 1000 telah mengkontribusikan kerugian yang signifikan bagi perusahaan," ujar Irfan.

Selama 8 tahun beroperasi, ucap Irfan, penggunaan Bombardier CRJ 1000 menciptakan kerugian yang cukup besar untuk Garuda Indonesia. Irfan menambahkan, apabila tetap digunakan, potensi kerugian yang muncul akan lebih besar. Karena itu, meskipun ada konsekuensi, Irfan menegaskan, pihaknya siap menanganinya secara profesional.

"Pemberhentian secara terpihak akan menciptakan konsekuensi terpisah, kami siap untuk menangani konsekuensi tersebut secaraa profesional," ungkap Irfan.

Di samping itu, lanjut Irfan, Garuda Indonesia sebelumnya juga telah mengupayakan langkah negosiasi bersama dengan EDC selaku pihak penyedia financial lease atas 6 armada Bombadier CRJ 1000 dengan mekanisme early payment settlement sesuai dengan kemampuan perusahaan guna memastikan langkah negosiasi berjalan berkesinambungan dengan kondisi kinerja perusahaan saat ini.

Irfan menjelaskan Garuda telah melakukan negosiasi dengan lessor sejak awal 2020 lalu guna memperoleh biaya sewa yang terbaik dan relevan sesuai dengan kondisi perusahaan dan market. Kata Irfan, negosiasi yang telah dilangsungkan pada beberapa kali kesempatan tersebut turut melibatkan high level manajemen dari kedua belah pihak. 

Irfan mengatakan, saat ini, Garuda Indonesia sedang menunggu jawaban dari EDC atas penawaran perusahaan untuk melakukan cash settlement sebesar 5 juta dolar AS dari total kewajiban Garuda Indonesia sebesar 46 juta dolar AS.

"Saat ini, proses negosiasi dengan EDC masih terus berlangsung. Apabila hal tersebut disetujui EDC, maka 6 pesawat CRJ 1000 tersebut akan digunakan seoptimal mungkin untuk mendukung operasional perusahaan," kata Irfan menambahkan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement