REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso, menyatakan, stok beras Bulog saat tersisa 950 ribu ton. Volume tersebut di bawah dari batas yang ditetapkan pemerintah sebesar 1-1,5 juta ton.
Ia mengatkan, stok tersebut merupakan cadangan beras pemerintah (CBP). Budi mengakui bahwa volume stok yang ada di bawah dari yang diminta oleh pemerintah. Namun, ia mengklaim stok tersebut tetap aman untuk kebutuhan penugasan pemerintah.
"Setelah dievaluasi dua tahun terakhir, stok CBP itu hanya diperlukan 800 ribu ton. Itu cukup untuk tiga kegiatan, yakni operasi pasar, bantuan bencana alam, dan bantuan sosial," kata Budi dalam konferensi pers, Rabu (3/2).
Di satu sisi, ia menuturkan Bulog harus memperhitungan kemampuan dalam melakukan penyimpanan beras dalam volume besar. Pasalnya, uang yang digunakan oleh Bulog untuk mengadakan beras adalah pinjaman bank komersial yang terdapat bunga.
Sementara bunga bank terus berjalan, penggunaan CBP harus sesuai izin pemerintah sehingga Bulog dalam situasi yang sulit. Selain itu, menurutnya, keputusan menjaga volume beras dalam rentang 1-1,5 juta ton adalah keputusan Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) di Kemenko Perekonomian, bukan dituangkan dalam peraturan tertulis.
"Tidak ada aturan tertulis. Kita harus mulai hitung riil (kebutuhan) karena yang kita gunakan untuk membeli beras (petani) adalah pinjaman, walaupun nanti diganti oleh pemerintah," kata dia.
Meski demikian, Budi mengatakan, Bulog akan terus berupaya melakukan penyerapan gabah maupun beras miliki petani. Tahun ini, penyerapan CBP ditargetkan bisa mencapai 1,45 juta ton. Sementara itu, Bulog terus melakukan pengadaan beras komersial yang dapat diperdagangkan secara bebas.
"Kita akan serap gabah sebanyak mungkin untuk beras komersial sehingga nanti kita akan banyak menjual beras komersial," katanya.