Kamis 14 Jan 2021 05:40 WIB

Jack Ma dan Anomali China

Hurun Rich List menyebut ada 257 miliarder baru di China sepanjang 2020.

Miliarder China Jack Ma
Foto:

Jack Ma mengaku 10 kali ditolak Harvard Business School. Dia bukan jebolan teknologi informasi karena studinya dihabiskan untuk mempelajari bahasa Inggris, di China.

Sembilan tahun menjadi pemandu wisata, Jack Ma pernah ditolak bekerja di mana-mana sampai kemudian berkenalan dengan internet pada 1994 dan mendirikan perusahaan pertamanya.

Setahun kemudian dia pergi ke AS dalam skema pertukaran pemerintah daerah. Di sini, dia menemukan keanehan yang mendorongnya kian serius menggeluti internet sampai kemudian membuat laman web China Pages jauh sebelum mendirikan Alibaba yang kini dikenal sebagai perusahaan teknologi multinasional China yang berspesialisasi e-commerce, retail, internet dan teknologi.

Jack Ma sudah terbiasa bersentuhan dengan kapitalisme dan pasar bebas sejak bank investasi raksasa Goldman Sachs dari AS dan Softbank dari Jepang menyuntikkan dana untuk Alibaba sampai kemudian konglomerasi ini tumbuh besar menjadi perusahaan e-commerce terbesar di dunia dan perusahaan kecerdasan buatan (AI) terbesar kelima di dunia.

Lewat anak-anak perusahaannya seperti Lazada, Paytm, AliExpress, dan banyak lagi, termasuk raksasa fintech Ant Group yang dulu bernama Ant Financial dan Alipay, tentakel bisnis Alibaba menjalar ke mana-mana, mencengkeram perekonomian China.

Pada 2018, Ant Group mengelola asset sebesar 260 miliar dolar AS (Rp 3.663 triliun). Bank-bank BUMN China dan badan regulasi keuangan tersentak mendapati kenyataan ini. Mereka mendesak Jack Ma agar mengendalikan unit bisnis Ant Group, Yu'E Bago, dalam menarik dana masyarakat karena bisa mengalihkan dana masyarakat dari bank-bank konvensional yang akibatnya bisa buruk terhadap likuiditas perbankan China.

Jack Ma pun mengerem Yu’E Bao dengan menerapkan batas dana maksimum yang boleh disimpan masyarakat dalam lembaga pengelola dana digital itu. Tapi akibatnya asset yang dikelola Ant Group terus menurun yang sampai September 2020 hanya 183 miliar dolar AS.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement