REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri pengrajin tahu dan tempe di Indonesia yang memproduksi produk kualitas tinggi juga menyukai produksi kedelai lokal meski harganya mahal. Itu lantaran kedelai lokal memiliki kelebihan karena dapat membuat produk tahu lebih menarik dari segi aroma dan ukuran.
Pakar Pertanian dari Universitas Padjajaran, Ronnie Natawidjaja, mengatakan, masalanya, lantaran produksi kedelai lokal hanya bisa diperoleh pada saat musim panas, para pengrajin tahu dan tempe terbiasa menggunakan produk impor yang pasokannya lebih terjamin.
"Permintaan kedelai itu seharusnya ada. Tapi di petaninya yang itu memang menjadi masalah," kata Ronnie.
Ia menilai, jika pemerintah ingin serius dalam pengembangan kedelai, perlu menyediakan dana yang besar untuk kebutuhan riset kedelai yang cocok di Indonesia. Sebab, kedelai bukan tanaman asli Indonesia, melainkan berasal dari negara-negara tiga musim yang saat ini menjadi eksportir global.
Riset itu pun membutuhkan waktu yang lama, setidaknya lima tahun untuk bisa menemukan varietas yang cocok dan berproduktivitas tinggi. Dengan produktivitas yang tinggi, ongkos produksi dapat ditekan sehingga harga kedelai yang saat ini dinilai kurang menguntungkan dapat memberikan untung bagi petani.
Selain itu, ia menilai perlu dibuat segmentasi pasar kedelai antara produsen tahu tempe yang memilih menggunakan kedelai lokal dan impor. Hal itu untuk mendorong adanya keinginan petani untuk membudidayakan kedelai karena mendapat jaminan pasar secara berkelanjutan.