REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Iran telah menginstruksikan kementerian perminyakannya agar mempersiapkan instalasi guna produksi dan penjualan minyak mentah berkapasitas penuh dalam tiga bulan kedepan. Hal itu disampaikan media pemerintah pada Ahad (6/12), menjelang kemungkinan pelonggaran sanksi Amerika Serikat (AS) setelah Presiden terpilih Joe Biden menjabat.
Media Iran mengutip Presiden Hassan Rouhani yang mengatakan, Iran mengekspor lebih dari dua juta barel sehari sebelum Presiden AS Donald Trump keluar dari kesepakatan nuklir 2015 dengan enam kekuatan pada 2018. Kemudian menerapkan kembali sanksi yang telah menghantam ekonomi Iran dengan memotong tajam ekspor minyak.
Presiden terpilih AS Joe Biden, yang akan menjabat pada 20 Januari 2021, sebelumnya mengatakan, dia akan kembali ke pakta tersebut dan akan mencabut sanksi jika Teheran kembali ke kepatuhan ketat terkait kesepakatan nuklir. Rouhani lalu mengatakan, negaranya sedang mempersiapkan peningkatan cepat dari produksi minyaknya.
"Kementerian Perminyakan akan mengambil semua langkah yang diperlukan guna mempersiapkan fasilitas industri minyak. Hal itu untuk memproduksi dan menjual sebanding dengan kapasitas yang tersedia dalam tiga bulan ke depan," kata Rouhani mengutip IRNA, seperti dilansir Reuters pada Senin (7/12).
Diperkirakan Iran akan mengekspor kurang dari 300 ribu barel minyak per hari (bpd). Jumlah tesebut jauh dibandingkan dengan ekspor Iran pada 2018 lalu yang mencapai 2,8 juta barel per hari.