REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyatakan telah berhasil mengeksekusi Rp 474,9 triliun investasi yang mangkrkak. Jumlah tersebut setara dengan 67,1 persen dari total Rp 708 triliun investasi mangkrak yang tidak bisa terealisasi dalam empat tahun terakhir.
"Satu tahun kami masuk ke BKPM, kami mulai selesaikan satu per satu dari persoalan yang ada. Alhamdulillah, dari Rp 708 triliun tersebut, sebanyak Rp474,9 triliun mampu tereksekusi," kata Kepala BKPM Bahlil Lahadalia dalam dialog virtual dalam Australia-Indonesia Business Council (AIBC) dari Jakarta, Senin (16/11).
Bahlil menuturkan sejak diangkat memimpin BKPM pada 2019 lalu, dirinya menemukan ada Rp708 triliun investasi yang tidak kunjung terealisasi meski sudah resmi masuk ke Tanah Air.
Ratusan triliun investasi itu tidak kunjung terrealisasi karena tiga masalah utama, yakni egosektoral kementerian/lembaga, adanya tumpang tindih aturan antara pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota hingga masalah tanah yang mahal.
Menurut Bahlil, ketiga masalah itu menyebabkan lamanya proses perizinan bagi para investor yang akan merealisasikan investasinya di Indonesia. Padahal, menurut dia, sebagai mantan pengusaha, hanya ada empat hal yang dibutuhkan pengusaha yakni kemudahan, transparansi, efisiensi dan kecepatan.
Mantan Ketua Umum Hipmi itu menambahkan upaya pemerintah memfasilitasi investasi mangkrak agar bisa rampung juga menjadi cara menekan laju penurunan investasi asing langsung (FDI).
Berdasarkan prediksi United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD), FDI global akan mengalami penurunan hingga 30-40 persen karena dampak pandemi Covid-19.
Namun, laju FDI ke Indonesia tercatat hanya turun sekitar 10 persen dibandingkan negara-negara lain karena ada 'cadangan' investasi yang belum terealisasi dari investasi mangkrak.
"Itu kemudian yang menjawab kenapa FDI kita turunnya tidak lebih dari 10 persen, karena tersubsidi dari apa yang sudah ada," katanya.