REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan perusahaan keuangan berbasis digital atau fintech (financial technology) untuk tetap mengutamakan aspek keamanan bagi konsumennya. Presiden melihat bahwa pesatnya kemajuan teknologi di sektor keuangan dibarengi dengan risiko terkait keamanan yang muncul.
"Antara lain, risiko kejahatan cyber, misinformasi, dan transaksi error, serta penyalahgunaan data pribadi. Apalagi, regulasi nonkeuangan perbankan tidak seketat regulasi perbankan," ujar Presiden Jokowi dalam pembukaan Indonesia Fintech Summit 2020, Rabu (11/11).
Jokowi pun meminta pelaku industri fintech untuk memperkuat tata kelola data konsumen lebih baik dan akuntabel. Ia pun mengingatkan agar perusahaan fintech membuat rencana mitigasi yang matang terhadap setiap risiko keamanan yang ada.
"Dengan cara ini, saya berharap industri fintech dapat memberikan layanan yang aman bagi masyarakat serta memberi kontribusi besar bagi pengembangan UMKM dan perekonomian nasional," katanya.
Dalam kesempatan yang sama, presiden juga menyampaikan bahwa industri fintech memiliki andil besar terhadap pertumbuhan ekonomi. Jokowi merinci, kontribusi fintech terhadap penyaluran pinjaman nasional di tahun 2020 ini mencapai Rp 128,7 triliun.
Angka tersebut naik 113 persen dibanding capaian pada 2019 lalu. Sampai September 2020, tercatat ada 89 penyelenggara fintech yang berkontribusi Rp 9,87 triliun kepada transaksi layanan jasa keuangan Indonesia.
"Sebesar Rp 15,5 triliun disalurkan penyelenggara fintech equity crowdfunding berizin. Hal ini merupakan perkembangan yang luar biasa," kata presiden lagi.
Kendati industri fintech berkembang pesat di Indonesia dalam beberapa tahun belakangan, Jokowi mengakui bahwa pemerintah masih punya pekerjaan rumah terkait pengembangan teknologi finansial. Salah satunya, indeks inklusi keuangan Indonesia yang masih cukup tertinggal di ASEAN.
"Di tahun 2019, indeks inklusi keuangan kita 76 persen. Lebih rendah dibandingkan beberapa negara lain di ASEAN, misalnya Singapura 98 persen, Malaysia 85 persen, Thailand 82 persen. Sekali lagi kita masih berada di angka 76 persen," kata Jokowi.
Tingkat literasi keuangan digital Indonesia juga masih rendah, yakni sekitar 35,5 persen. Jokowi menyebut saat ini masih banyak masyarakat yang lebih memilih menggunakan layanan keuangan informal. Tak hanya itu, hanya 31,26 persen masyarakat yang pernah menggunakan layanan digital.