Senin 02 Nov 2020 06:10 WIB

Kadin Sambut Baik Perpanjangan Fasilitas GSP oleh AS

Skema preferensi dagang yang sedang dikaji AS yaitu skema limited trade deal.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Friska Yolandha
Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Rosan Roeslani bersama Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Hubungan Internasional Shinta W Kamdani.
Foto: Republika/Iit Septyaningsih
Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Rosan Roeslani bersama Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Hubungan Internasional Shinta W Kamdani.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelaku usaha menyambut baik perpanjangan fasilitas Generalized System of Preference (GSP) untuk Indonesia. Perlu diketahui, setelah melalui tinjauan selama kurang lebih dua tahun, Amerika Serikat (AS) akhirnya memutuskan memperpanjang GSP bagi beberapa produk dari Tanah Air. 

"Ini sangat suportif untuk peningkatan perdagangan dan proses pemulihan ekonomi kedua negara dari pandemi dalam waktu dekat. Sebab, GSP ini sifatnya adalah skema preferensi dagang yang unilateral atau bisa diberikan dan dicabut kapan saja oleh negara pemberi," ujar Wakil Ketua Umum Bidang Hubungan Internasional Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta Widjaja Kamdani kepada Republika.co.id, Ahad (1/11).

Ia menambahkan, AS perlu mengembangkan cara lain demi menciptakan skema preferensi dagang yang memiliki tingkat kepastian lebih tinggi dan lebih permanen bagi pelaku usaha Indonesia. "Karena itu, kami pun mendukung bila Indonesia dan AS akan mengembangkan skema kerjasama perdagangan yg baru secara bilateral di samping GSP," kata dia. 

Kadin, lanjutnya, mengetahui, skema preferensi dagang yang sedang dikaji AS saat ini yaitu skema limited trade deal. Skema tersebut mengedepankan prinsip fair and reciprocal trade, khususnya guna membentuk supply chain produksi antara Indonesia-AS. Misalnya Indonesia ekspor garmen ke AS dengan bahan baku kapas dari AS. 

"Ini akan berbeda dengan free trade pada umumnya. Sebab yang diketengahkan aspek fairness dan reciprocity dalam perdagangan kedua negara, bukan hanya pembukaan akses pasar," ujar Shinta. 

Dirinya melanjutkan, potensi investasi dari Amerika menjadi cukup besar. Terutama karena efek perang dagang antara amerika dan China. 

"Dengan demikian, Perdagangan dan investasi kedua negara bisa terus berkembang secara efektif. Sekaligus sustainable dan saling menguntungkan," tutur Shinta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement