REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Petani tembakau yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) meminta pemerintah menunda rencana kenaikan cukai rokok yang akan diberlakukan awal tahun depan. Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional APTI Agus Parmudi mengatakan tahun ini kesejahteraan petani tembakau sudah menurun akibat harga jual tembakau yang rendah.
Menurut Agus rendahnya harga jual tembakau akibat kenaikan cukai dan harga jual eceran yang sangat tinggi pada 2019 dan berlaku April 2020. "Kebijakan itu membuat harga rokok tinggi, sementara daya beli masyarakat menurun karena pandemi Covid. Produksi dan penjualan rokok menurun," ujarnya di Jakarta, dalam keterangan tertulisnya.
Agus khawatir bila cukai dinaikkan lagi, ekonomi dan kesejahteraan masyarakat industri hasil tembakau akan kian terpukul. Tahun lalu cukai dan harga jual eceran (HJE) rokok telah dinaikkan masing masing 23 dan 35 persen. "Kalau tahun ini, pemerintah mengeluarkan kebijakan serupa, dikhawatirkan ribuan tenaga kerja IHT termasuk petani tembakau akan kehilangan pekerjaan," katanya mengingatkan.
Menurunnya kesejahteraan petani tembakau perlu menjadi perhatian pemerintah. Agus mengatakan petani harus dilibatkan dalam pembuatan kebijakan kenaikan cukai. DPN APTI mengaku tak pernah dilibatkan dalam wacana kenaikan cukai ini. "Jangan hanya buat kebijakan tapi tidak ada solusi bagi permasalahan ekonomi masyarakat petani dan buruh industri hasil tembakau,” ujar dia menegaskan.
Ketua Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman (FSP RTMM) Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Sudarto menyampaikan kenaikan cukai 2020 dan pandemi Covid membuat IHT semakin tertekan dan tak menentu. IHT mengalami penurunan produksi, bahkan tak sedikit tenaga kerja di dalamnya harus kehilangan mata pencaharian.
“Penurunan produksi telah menyebabkan penurunan penghasilan, kesejahteraan dan tentu daya beli pekerja," kata Sudarto. FSP RTMM-SPSI menaungi dan mewakili sekitar 148.693 pekerja industri hasil tembakau.
Sudarto menolak rencana kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) tahun 2021 sebesar 13 sampai 20 persen. “Kami juga meminta pemerintah untuk melindungi industri rokok kretek sebagai industri khas Indonesia dan padat karya, yang paling rentan terkena program efisiensi di industri hasil tembakau (IHT),” ujar dia menambahkan.